Misi Rosuul & Realitas Ummat Islam Indonesia
بسم الله الرحمن الرحيم
(Transkrip Ceramah Kajian MIA 08042021)
Oleh: Ust. Dr. H. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى. Pada kajian kali ini, kita in syaa Allooh akan membahas tentang apa yang menjadi Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم; lalu kita bandingkan antara Misi Rosuulullooh tersebut dengan Realitas Ummat Islam, khususnya di negeri kita Indonesia yang kita cintai ini. Hal ini adalah untuk menjadi tolok ukur, sudah seberapa dan sudah sampai seperti apakah kita sebagai ummatnya dalam mengikuti panutan Nabi kita yang mulia. Perlulah kiranya menjadi bahan kegundahandan introspeksi, apabila ternyata Nabikita Muhammad صلى الله عليه وسلم memiliki Misi tersendiri.
Sementara kita ummatnya adalah tidak berada dalam jalur (track) yang benar dalam mengikuti Misi tersebut; bisa dikarenakan ummatnya lalai atas apa yang menjadi misi Nabinya, atau bisa juga karena perkara ini memang jarang dibahas sehingga banyak ummat Islam yang tidak tahu. Oleh karena itu, marilah kita mempelajari perkara ini, agar selanjutnya dapat diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri yang berdasarkan sensus penduduk adalah mayoritas muslim.
Sebelum membicarakan tentang Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka perlu kiranya kita sejenak jelaskan terlebih dahulu tentang apa yang menjadi Visi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Karena sebelum Misi, maka ada Visi. Tapi memang kajian kita kali ini adalah lebih fokus pada bahasan tentang Misi Rosuul, sehingga kita hanya sedikit saja mengulang tentang Visi Rosuul tersebut.
Visi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu adalah: Agar ummatnya Selamat, baik Selamat di Dunia dengan tuntunan Allooh berupa Al-Islam, maupun Selamat di Akherat dengan dimasukkan ke Surga Allooh serta dihindarkan dari adzab Neraka-Nya.
Visi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم ini adalah sebagaimana dalam QS.Ghofir atau disebut juga dalam QS. Al-Mukmin/40:41:
وَيَا قَوْمِ مَا لِي أَدْعُوكُمْ إِلَى النَّجَاةِ وَتَدْعُونَنِي إِلَى النَّارِ
“Hai kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu menyeru aku ke neraka?”
Jadi “An-Najaat (النَّجَاةِ)/ Keselamatan” itulah Visi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Di dunia, namun ummat ini akan selamat manakala mereka ber-syahadat dengan sepenuh hati, tanpa keraguan; beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم, lalu mengamalkan apa yang menjadi tuntunan Al-Islam, yang merupakan satu-satunya agama yang diridhoi Allooh سبحانه وتعالى (QS. Ali ‘Imron/3: 19). Ia akan selamat di dunia dengan itu, terutama di akherat kelak, dimana dia akan selamat karena dimasukkan ke surga Allooh سبحانه وتعالى.
Adapun makna “Al-Islam”, adalah: Pasrah – Tunduk – Patuh – Ta’at kepada Allooh سبحانه وتعالى. Dengan demikian, “Muslim” adalah manusia yang berpasrah diri, tunduk, ta’at dan patuh kepada Allooh سبحانه وتعالى (lihat kembali bahasan kita yang lalu: “Makna Al-Islam” dalam https://ustadzachmadrofii.com/2010/11/20/makna-al-islaam/ )
Kalau ada orang yang mengaku “Muslim” atau di KTP-nya tertulis agamanya “Islam”, akan tetapi sikap hidup sehari-harinya sangatlah jauh dari kriteria “Pasrah – Tunduk – Patuh – Taat” kepada Allooh سبحانه وتعالى, bahkan ia justru bersikap mengingkari Syariat Islam, mengolok-olok Islam, menolong orang-orang kafir dalam memusuhi Islam, maka orang yang demikian itu bisa jadi tidak lagi tergolong Muslim, akan tetapi dapat tergolong munafiq atau bahkan terancam Murtad, keluar dari Al-Islam; dan apabila dia tidak bertaubat sebelum matinya, maka terancam tidak selamat di dunia maupun di Akherat kelak. Na’uudzu billahi min dzaalik.
Janganlah kita kaum Muslimin tergiur dengan propaganda orang-orang yang berpaham menyesatkan seperti paham Sekulerisme-Pluralisme-Liberalisme yang mengatakan bahwa “Selamat itu ada banyak ragamnya”, atau mereka berpropaganda bahwa “semua agama adalah sama”. Maka camkanlah wahai ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم, propaganda seperti itu sangatlah bertentangan dengan firman Allooh سبحانه وتعالى. “Selamat” itu hanyalah dengan 1 jalan,yaitu jalan yang lurus, jalannya Al-Islam yang diridhoi Alloohسبحانه وتعالى, yang Syariat–Syariat-nya telah dijabarkan, dituntunkan dan dicontohkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kepada ummatnya sejak 1443 tahun yang lalu. Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS Al-An’aam/6:153:
{وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون { الأنعام : 153
“Dan ini adalah jalan yang lurus maka ikutilah dia dan janganlah kalian ikuti jalan-jalan selainnya niscaya kalian akan bercerai dari jalan-Nya. Yang demikian itu Allooh berwasiat pada kalian agar kalian bertaqwa.”
Berarti kalau ingin Selamat di dunia adalah dengan Al-Islam. Adapun Selamat di Akherat tentunya adalah dengan dimasukkan kedalam Surga Alloohسبحانه وتعالى, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Az-Zumar/39:73:
وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَراً حَتَّى إِذَا جَاؤُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ
“Dan orang-orang yang bertaqwa kepada Robb (Tuhannya) dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya (malaikat): “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya.”
> Urgensi Mengkaji Misi Rosuulullooh
Terutama dan terpenting adalah Agar ummat Islam dapat menjadikan Misi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم sebagai misi hidupnya pula, maka berikut akan diuraikan 5 poin yang merupakan urgensi mengapa Misi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم sangat perlu untuk dikaji/ dijadikan panduan oleh ummatnya, yaitu:
1) Belum dikenalnya Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم secara merata oleh ummat Islam pada umumnya, dan pada khususnya adalah terutama di negeri kita Indonesia. Karena kajian masalah ini adalah masih sangat jarang, karena mencakup berbagai bidang ilmu, antara lain: Ilmu tentang ‘Aqidah, Ilmu tentang Siroh Nabawiyyah (sejarah perjalanan hidup Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم), dan berikutnya Ilmu tentang ‘Ushulud Dakwah. Minimal 3 Ilmu ini sangat dibutuhkan ketika mengkaji Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
2) Anjuran Syariat Islam agar Ummat Islam mengkaji Islam secara komprehensif / utuh menyeluruh / kaffah (QS. Al-Baqoroh/2:208). Sungguh tidak dianjurkan Ummat Islam mengkaji Islam hanyalah secara parsial belaka.
Bagaimana ummat Islam akan memahami Islam secara komprehensif, apabila Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم saja ia sendiri tidak memahaminya dan atau tidak mengetahuinya ?!
Seharusnya ummat Islam memahami terlebih dahulu apa yang menjadi Misi Nabinya yang mulia. Kalau saja ia sudah memahami Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka ia dapat memasang Strategi lebih lanjut terhadap apa yang harus diprogramkan sehingga Ummat Islam dapat memenuhi Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tsb. Apa program jangka pendeknya, apa program jangka menengahnya, apa program jangka panjangnya, dalam membangun ummat ini. Lalu direncanakan pula apa cara-cara teknisnya, bagaimana metode pencapaiannya setahap demi setahap. Semua itu harus terencana. Tidak acak, semau Hawa Nafsu-nya sendiri atau tanpa strategi yang jelas dalam hidup ummat ini. Ummat Islam haruslah memiliki strategi yang terstruktur dan terprogram secara sistematis, agar ummat Islam terbangun untuk pada akhirnya dapat memenuhi apa yang menjadi Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
3) Karena pengkajian tentang Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diharapkan dapat menjadi pemberi semangat (spirit) / motivasi bagi para Pegiat dan Aktivis Dakwah dalam membangun kebangkitan Ummat Islam kedepannya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada di kalangan ummat Islam yang bersikap masa bodoh, tidak peduli terhadap urusan Ummat Islam, ia hanya sibuk memikirkan urusan dunia dan kehidupan pribadinya sendiri belaka, ia tidak sadar bahwa sebagai ummat Islam itu, ia sesungguhnya dituntut pula untuk berperan dalam mendakwahkan Islam.
Karena seharusnya, setiap ummat Muhammad itu adalah menjadi Pegiat dan Aktivis Dakwah, walau tentunya sesuai kapasitas kemampuannya masing-masing; walau demikian ia haruslah berperan, jangan bersikap masa bodoh terhadap urusan Ummat Islam.
Para Pegiat / Aktivis Dakwah itu adalah anggota ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Yusuf/12:108:
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah (Muhammad): “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allooh dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allooh, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”
Dalam ayat diatas sangatlah jelas bahwa barang siapa yang menjadi pengikut Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, maka pastilah ia akan mengikuti pula jejak Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam berdakwahnya dan mengajak manusia kepada jalan Allooh; hal ini tentunya berarti, berdakwah adalah diantara ciri ummat Muhammadصلى الله عليه وسلم yang setia.
Berdakwah itu tidak harus selamanya dengan cara berceramah diatas mimbar-mimbar. Berdakwah itu bisa saja dilakukan sesuai dengan kapasitas/ kemampuan setiap Muslim. Berakhlaq mulia pada tetangga, itu pun dakwah dengan perbuatan. Melakukan nahi munkar, itu pun dakwah dengan perbuatan. Ber-shodaqoh serta menolong orang-orang yang kesulitan, maka itu pun dakwah dengan harta dan sikap kedermawannya. Membagikan jilbab kepada Muslimah yang belum menutup aurot, maka itu pun dakwah dengan perbuatan. Jadi ada banyak cara untuk berdakwah, dan janganlah diartikan secara sempit bahwa berdakwah itu adalah melulu tugas para da’i diatas mimbar-mimbar belaka.
4) Menjadi bahan evaluasi sejauh mana dakwah sudah dilakukan, apakah sudah berjalan sebagaimana mestinya seperti yang dicontohkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ataukah belum. Kalau Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ada sekian poin, maka poin mana saja kah yang sudah dikerjakan, dan poin mana sajakah yang belum dilaksanakan. Atau bisa jadi, jangan-jangan dakwah masih jauh dari apa yang menjadi Misi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم, ummat masih terpecah-belah dan belum bersatu, lalu yang demikian itu bias membuka peluang munculnya banyak paham-paham yang menyesatkan kemudian tersebar sehingga berpotensi merusak ‘aqidah ummat, dan seterusnya, dan seterusnya.
Lakukanlah evaluasi terhadapnya, jadikanlah Misi Rosuululloh صلى الله عليه وسلم itu sebagai tolok ukur untuk menilainya: apakah kondisi dakwah saat ini sudah berjalan mengikuti tolok ukur yang ada ataukah belum? Dan lakukan pula pemetaan terhadap problematika apa saja yang dihadapi, serta bagaimana cara untuk mengatasinya. Lalu lakukan pula pembagian tugas dalam tahapan sampai mencapai ujung akhir dari Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu; sebagai contoh: berapa generasi yang ditargetkan mengemban Misi Rosuul dari poin A sampai poin D, lalu berapa generasi yang ditargetkan mengemban Misi Rosuul dari poin E sampai poin G, demikian seterusnya hingga poin Z yang terakhir dimana seluruh Misi Rosuul صلى الله عليه وسلم tersebut dapat tercapai dalam satu ikatan mata rantai dakwah yang tidak terputus, terprogram serta sistematis.
5) Menjadi bekal bagi generasi mendatang, khususnya di bidang Dakwah dan Pendidikan; agar mereka selalu mengingat dari generasi ke generasi apa yang menjadi Misi Nabinya yang mulia.
> Perintah Mengikuti Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
Siroh Nabawiyyah mencatat bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم telah tuntas menunaikan seluruh apa yang menjadi Misi-nya di dunia ini, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allooh سبحانه وتعالى terhadap beliau صلى الله عليه وسلم.
Ketika seluruh Misi Rosuulullohصلى الله عليه وسلم telah tuntas ditunaikan oleh beliau, Islam dan Syariatnya telah sempurna, sebagamana ditegakkan (QS. Al Maa’idah/5:3) dan Islam menjadi agama yang ditinggikan diatas segala agama / ajaran apapun di masa itu (QS. At-Taubah/9:33); barulah Allooh سبحانه وتعالى mewafatkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Merupakan perkara yang memprihatinkan sesungguhnya, apabila ada diantara ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم yang tidak tahu apa yang menjadi misi hidupnya. Namun, bukankah ada dikalangan ummat ini, orang-orang yang tidak tahu untuk apa dia diciptakan di dunia ini oleh Allooh سبحانه وتعالى? Sehingga ia hidup “semaunya sendiri” sehingga Hawa Nafsu-nya lah yang menjadi Tuhan-nya. Dia menganggap bahwa hidup itu hanyalah sebatas urusan perut dan kemaluan, sebatas makan-minum, mencari pasangan, mencari harta-jabatan-popularitas, beranak pinak, sampai disitu sajalah hidupnya dia lalui dari hari ke hari. Ia tidak peduli perkara ‘aqidah-nya, ia tidak peduli apakah pola hidupnya mengikuti tuntunan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم ataukah justru mengikuti pola hidup orang-orang yang tidak beriman, baik dari Barat-Timur Utara maupun Selatan. Ia tak peduli itu semua, karena anggapnya bahwa hidup adalah dia sendirilah yang berhak mengatur sesuai kemauan Hawa Nafsu-nya.
Orang yang beriman tidaklah demikian. Orang yang beriman akan berusaha menjadikan ‘aqidah-nya, karakter dirinya, pola hidup sehari-harinya, pola pikir-nya dan seluruh gerak langkahnya adalah berpatokan kepada tuntunan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Karena orang beriman adalah bertujuan menjadikan hidupnya di dunia ini hanyalah sebagai jembatan untuk ber-amal shoolih agar ia memperoleh kebahagiaan, tak hanya di dunia yang fana ini, akan tetapi juga di hari Akherat kelak yang abadi.
Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Ali ‘Imron/3:31, yang merupakan perintah agar ummat Islam mengikuti tuntunan Nabi Muhammadصلى الله عليه وسلم:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allooh, ikutilah aku, niscaya Allooh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allooh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Juga dalam suatu Hadits, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ…
“Barangsiapa mentaatiku, maka sungguh dia telah mentaati Allooh. Dan barangsiapa memaksiatiku (– melanggar sunnah/ajaran Nabi – pent.), maka sungguh dia telah bermaksiat kepada Allooh…”
(HR. Al-Bukhoory dan Muslim dari Abu Hurairoh rodhiyalloohu ‘anhu)[1]
Inilah diantara ayat dan Hadits shohiih yang menjelaskan mengapa kita hendaknya mengikuti Misi Nabi kita yang mulia صلى الله عليه وسلم. Apa yang menjadi Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم hendaknya menjadi Misi hidup kita ummatnya. Karena Ittiba’ (mengikuti) Misi Nabi kita adalah diantara kunci untuk meraih cinta dan ridho Allooh سبحانه وتعالى.
I] Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم di Dunia
Ada setidaknya 21 poin yang menjadi Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم di dunia ini, yaitu:
1) Tauhid dan Al-Wala’ wal Baro’
Diantara misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah beliau berjuang tak kenal lelah dan tak henti-hentinya agar ummatnya men-Tauhid-kan Allooh سبحانه وتعالى; menjadikan Allooh سبحانه وتعالى sebagai satu-satunya Tuhan yang benar dan berhak diibadahi dengan sebenar-benarnya oleh ummat manusia. Jangan sampai ada keyakinan bahwa ada Tuhan selain Allooh yang dianggap benar dan berhak diibadahi oleh manusia selain Alloh.
Bagi kita kaum Muslimin, Tuhan yang benar dan berhak untuk kita ibadahi itu Hanya Satu-satunya, yaitu Allooh Yang Maha Esa. Yang disembah selain Allooh itu adalah Thoghut dan tidak benar, serta tidak berhak untuk diibadahi. Tauhid ini harus menancap dengan sedalam-dalamnya di hati kita. “Allooh = yes !, selain Allooh = no!”
“Tauhiid” (توحيد) — berasal dari kata “Waahidun” (واحد), artinya = “Satu”
Sedangkan “Ahad’ (أحد), artinya = “Tidak ada duanya”.
Kemudian kata “Tauhiid” (توحيد), bermakna = “Menjadikan sesuatu (– Allooh –) hanya satu-satunya dan tidak ada duanya”.
Oleh karena itu paham Pluralisme agama merupakan pemahaman yang menyesatkan serta dapat membawa kepada Kekufuran, karena melontarkan propaganda bahwa “semua agama adalah sama”, dan itu adalah sangat bertentangan dengan esensi Tauhid. Padahal tidak semua agama adalah sama. Ada agama yang beranggapan bahwa Nabi Isa’ alaihissalam sebagai Tuhan mereka, dan ini jelas bukan merupakan keyakinan kaum Muslimin. Bagi kaum Muslimin, Tuhan itu hanyalah Allooh, tidak ada selain-Nya.
Bagi kita kaum Muslimin, sungguh merupakan kesyirikan yang nyata apabila ada yang beranggapan bahwa ada makhluq/benda (siapapun dan apapun bentuknya — entah orang shoolih/ulama yang dianggap tuhan, entah penguasa yang dituhankan, entah benda yang dijadikan berhala, entah jin yang disembah, entah hewan yang dianggap suci, dan segala macam bentuk Thoghut lainnya) yang layak untuk disejajarkan dengan derajat Allooh Yang Maha Esa yang merupakan Pencipta, Pengatur, Penguasa alam semesta ini beserta segala isinya. Tidak layak makhluq ciptaan disejajarkan dengan Sang Pencipta !!!
Justru karena tidak semua agama itu sama, maka diantara Misi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم diutus adalah untuk menjelaskan perkara Tauhid ini kepada ummat manusia.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. An-Nahl/16:36:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ ۚ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rosuul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Ibadahilah (sembahlah) Allooh (saja), dan jauhilah Thoghut itu”, maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allooh dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rosuul-rosuul).”
Sebagaimana dalam ayat diatas, Allooh سبحانه وتعالى memberikan perintah yang tegas kepada ummat manusia agar memiliki sikap: “Ibadahilah (sembahlah) Allooh (saja), dan jauhilah Thoghut (أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ)”, dan prinsip “Allooh = yes !, selain Allooh = no!” inilah yang merupakan Konsekwensi Tauhid yang disebut juga sebagai “Al-Wala’ wal Baro’”. Cinta/ loyalitas Iman itu hendaknya diberikan kepada Allooh سبحانه وتعالى saja, sedangkan kepada selain Allooh (Thoghut) haruslah disikapi dengan Penolakan / Pengingkaran.
Kemudian Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Yunus/10:41:
وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ ۖ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ
“Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan“.
Dalam QS. Yunus/10: 41 ini, Allooh سبحانه وتعالى mengajarkan bahwa sikap Al-Wala’ wal Baro’ itu harus dimiliki oleh kaum Muslimin. Kaum Muslimin itu harus berbebas diri, berlepas diri dari bentuk berhala apapun yang disembah oleh orang-orang musyrikin dan orang-orang kafir.
Oleh karena itu, kaum Muslimin janganlah terpedaya oleh propaganda kekufuran yang saat ini marak disebarkan oleh kalangan yang berpaham Pluralisme, yang mana mereka menyerukan ajakan menyesatkan berupa penyatuan agama / wihdatul adyan (contoh: ajakan doa bersama lintas agama, dlsb). Paham sesat wihdatul adyan itu jelas sangat bertentangan dengan QS. Yunus/10:41 ini.
Allooh سبحانه وتعالى justru mengajarkan bahwa sikap Toleransi yang benar yang harus dimiliki kaum Muslimin itu adalah sikap: “Lakum diinukum waliyadiin (لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ) yang maknanya: “Bagimu Agamamu, dan Bagiku Agamaku.” (QS. Al-Kafirun/109:6)
Selanjutnya Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Ali ‘Imron/3:28:
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ ۗ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allooh, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allooh memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allooh kembali(mu).”
Allooh سبحانه وتعالى dalam ayat diatas dengan tegas melarang orang-orang beriman untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai wali / pemimpin / penolong bagi dirinya.
Bukankah hal ini banyak dilanggar di zaman sekarang, dimana bahkan ada diantara kaum Muslimin yang justru malah menggantungkan dirinya melalui hutang-hutang ribawi ke tangan orang-orang kafir; dari sisi riba-nya sudah jelas tidak benar; karena riba itu adalah Harom dan dapat mendatangkan murka dan kutukan Allooh, belum lagi dari sisi selalu menggantungkan diri – mencari pertolongan kepada orang-orang kafir yang dapat menjadikan diri serta ‘aqidah-nya tergadai setahap demi setahap. Karena Allooh سبحانه وتعالى dalam ayat diatas menjelaskan bahwa barangsiapa menjadikan orang-orang kafir sebagai wali / penolongnya, maka Allooh سبحانه وتعالى berlepas diri dari orang yang demikian. Na’uudzu billahi min dzaalik.
Misi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم berikutnya adalah:
2) Tilawah, yakni: membacakan ayat-ayat Allooh kepada ummat manusia.
3) Tazkiyah, yaitu: mensucikan ummat manusia dari berbagai kesyirikan, kekufuran, ma’shiyat, dosa dan akhlaq yang tercela.
4) Ta’lim, yaitu: mengajarkan Wahyu Allooh سبحانه وتعالى, baik berupa Al-Kitab (Al-Qur’an) maupun Al-Hikmah (As-Sunnah) kepada ummat manusia.
Dalil untuk ketiga Misi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم diatas adalah QS. Al-Baqoroh/2:151:
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu), Kami telah mengutus kepadamu Rosuul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
Dalil berikutnya adalah QS. Ali ‘Imron/3:164:
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Sungguh Allooh telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allooh mengutus diantara mereka seorang rosuul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allooh, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Juga QS. Al-Jumu’ah/62:2:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rosuul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,”
Dengan demikian, Wahyu Allooh سبحانه وتعالى disampaikan kepada Malaikat Jibril ‘alaihissalam, kemudian oleh Malaikat Jibril ‘alaihissalam disampaikan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم; dan berikutnya adalah menjadi Misi Rosuul صلى الله عليه وسلم untuk membacakan ayat-ayat Allooh tersebut kepada ummatnya.
Karena Misi Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم adalah “Tilãwatil Ãyãh Wat Ta’lim Wat Tazkiyah”, maka kita sebagai ummatnyapun hendaknya berusaha mewujudkan 3 perkara tersebut yaitu:
a) Terampil Membaca Al-Qur’an
b) Terbiasa Membaca Al-Qur’an
c) Mengajarkan Al-Qur’an
Ingatlah, bahwa kelak di Hari Kiamat, Al-Qur’an dapat menjadi pemberi Syafa’at kepada para pembacanya; sebagaimana dalam Hadits Shohĩh Riwayat Al-Imãm Muslim no: 804, dari shohabat Abu Umamah Al-Bahili رضي الله عنه , beliau berkata: “Aku mendengar Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda :
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِه
“Bacalah oleh kalian Al-Qur`an. Karena ia (Al-Qur`an) akan datang pada Hari Kiamat kelak sebagai pemberi syafa’at bagi orang-orang yang membacanya.”
Minimal terapkan perkara ini di lingkungan keluarga kita masing-masing terlebih dahulu. Para orang tua Muslim hendaknya bisa membaca Al-Qur’an, terbiasa membaca Al-Qur’an setiap harinya, lalu berikutnya adalah mendidik serta mengajarkan anak-anaknya agar gemar pula membaca Al-Qur’an.
Demikian pula, para DKM (pengurus masjid) hendaknya pro-aktif melakukan pendataan kepada para jama’ah masjidnya; siapa diantara para jama’ah masjid yang sekiranya belum bisa membaca Al-Qur’an, hendaknya diberi pengajaran, tuntunan dan bimbingan; sehingga Al-Qur’an ini tetap terjaga, menjadi bacaan sehari-hari ummat Islam yang diwariskan dari generasi ke generasi.
5) Menegakkan Hujjah Allooh di bumi
Misi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم berikutnya adalah Iqomatul Hujjah (Menyampaikan Hujjah Allooh سبحانه وتعالى) sebagaimana firman-Nya dalam QS. An-Nisaa’/4:165:
رُسُلا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
“(Mereka Kami utus) selakurosuul-rosuul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allooh sesudah diutusnya rosuul-rosuul itu. Dan adalah Allooh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Juga firman-Nya dalam QS. Al-Isro’/17:15:
مَنِ اهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا ۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا
“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allooh), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rosuul.”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم telah tuntas menyampaikan Hujjah Alloohسبحانه وتعالى, menyampaikan seluruh argumentasi kepada ummat manusia, mengapa ummat manusia harus menjadikan hidupnya beribadah hanya kepada Allooh سبحانه وتعالى; agar kelak di Hari Akherat tidak lagi ada alasan untuk membela diri / membantah kepada Alloohسبحانه وتعالى. Ketika kelak di Hari Akhirat ada manusia yang disiksa di dalam neraka akibat dosa-dosanya, maka tidak bisa ia memprotes kepada Allooh سبحانه وتعالى dengan alasan tidak tahu. Karena Hujjah sudah disampaikan.
Tugas kita sebagai ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم, minimal kita harus berusaha menyampaikan Hujjah Allooh سبحانه وتعالى tersebut kepada keluarga kita masing-masing; lalu berikutnya kepada orang-orang di sekitar kita, agar mereka dapat mengetahui dengan jelas Hujjah Allooh itu dan apa resiko dari menolak Kebenaran tersebut di Hari Akherat kelak. Hendaknya sebagai Muslim janganlah kita bersikap pasif, tidak berperan apa-apa dalam menyampaikan Hujjah Allooh, namun berperan aktiflah sebagai bentuk partisipasi kita dalam meneruskan Misi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم yang dulu telah menyampaikan Hujjah Allooh ini kepada ummatnya.
6) Pembawa Rohmat dari Allooh & Penyampai Islam yang merupakan Ajaran Rohmatan lil ‘Aalamiin bagi seluruh Alam Semesta
Misi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم yang ke-enam adalah sebagai pembawa Rohmat dari Allooh سبحانه وتعالى untuk seluruh alam semesta, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Anbiyaa’/21:107:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rohmat bagi seluruh alam.”
Syari’at Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم pastilah untuk kebaikan dan kemaslahatan manusia itu sendiri, bahkan tidak hanya untuk manusia saja, tetapi juga untuk hewan, tumbuhan, jin, dan seluruh alam semesta. Makna “Rohmat” tentunya harus dikembalikan definisinya kepada definisi “Rohmat menurut Allooh سبحانه وتعالى”, bukan menurut hawa nafsu manusia. Karena kalau makna “Rohmat” ditinjau menurut ukuran manusia, maka akan ada unsur subyektivitas; karena hawa nafsu manusia yang satu dengan yang lain adalah berbeda-beda.
Oleh karena itu, haruslah diwaspadai adanya upaya makar dari orang-orang yang tidak beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى yang berusaha memberikan stigma / cap buruk kepada Al–Islam, mereka menebarkan syubhat terhadap Islam dengan aneka tuduhan “terorisme, radikal”, dan lain sebagainya. Ini jelas tuduhan yang tidak benar. Karena di dalam ajaran Islam, orang-orang musyrikin dan orang-orang kafir itu diajak untuk selamat dunia akherat dengan masuk Islam tanpa paksaan, sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al-Baqoroh/2:256 :
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut dan beriman kepada Allooh, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allooh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Justru ayat ini merupakan bukti Rohmat Allooh سبحانه وتعالى, bahwa Allooh سبحانه وتعالى memberi kesempatan kepada manusia di dunia ini untuk memilih jalan keselamatan dengan Al-Islam, agar di Akherat kelak ia tidak terkena adzab Allooh berupa neraka jahannam. Akan tetapi, kalau sudah diseru untuk selamat dunia akherat ia tidak mau dan menolaknya, maka itu akan menjadi resiko yang harus mereka tanggung sendiri bila kelak di Hari Akherat, Allooh سبحانه وتعالى mengadzab mereka.
Bahkan diantara ciri khas Islam adalah merupakan ajaran kasih-sayang. Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al-Imaam Ahmad no: 6494, syaikh Syu’aib Al-Arnaa’uth mengatakan Hadits ini shohiih li ghoirihi, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Amr رضي الله عنه bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أهل الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ أهل السَّمَاء
“Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh (Allooh) Yang Maha Penyayang. Maka sayangilah penduduk bumi niscaya penduduk langit pun akan menyayangi kalian.”
Juga dalam Hadits Riwayat Al-Imaam Abu Daawud dan Al-Imaam At-Turmudzy dari Shohabat ‘Abdulloh bin ‘Amr رضي الله عنه bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
اَلرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمنُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى اِرْحَمُوْا مَنْ فِي الاَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَآءِ
“Para penyayang itu akan disayangi oleh Yang Maha Penyayang Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi. Sayangilah olehmu sekalian makhluk yang ada di bumi, niscaya akan menyayangi kamu sekalian makhluk yang ada di langit.” (HR. Abu Dawud dan at Turmudzi)[2]
7) Menjadi Saksi di Hari Akherat
Hal ini adalah sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. An-Nahl/16:84 :
وَيَوْمَ نَبْعَثُ مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا ثُمَّ لَا يُؤْذَنُ لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَلَا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ
“Dan (ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi (rosuul), kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir (untuk membela diri) dan tidak (pula) mereka dibolehkan meminta maaf.”
Dan dalam QS. An-Nahl/16:89 :
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ ۚ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
Juga firman-Nya dalam QS. An-Nisa/4:41:
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ شَهِيدًا
“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rosuul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).”
Dan firman-Nya dalam QS. Al-Baqoroh/2:143 :
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا…
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rosuul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…”
Allooh سبحانه وتعالى pun berfirman dalam QS. Al-Hajj/22:78:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allooh dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allooh) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini, supaya Rosuul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali (agama) Allooh. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.”
Diberitakan pula dalam Hadits Riwayat Al-Imaam Al-Bukhoory, dari Shohabat ‘Uqbah bin ‘Aamir رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّي فَرَطٌ لَكُمْ وَأَنَا شَهِيْدٌ عَلَيْكُمْ وَإِنِّي وَاللهِ لَأَنْظُرُ إِلَى حَوْضِي الآنَ
“Sesungguhnya aku akan berada di depan kalian (ketika mendatangi telaga pada hari kiamat nanti) dan aku akan menjadi saksi bagi kalian, demi Allooh, sungguh aku sedang melihat telagaku saat ini.” (HR. al Bukhori)[3]
Kemudian dalam Hadits Riwayat Al-Imaam Ahmad dan syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth mengatakan, “Sanadnya shohiih, sesuai dengan syarat shohiih Al-Bukhoory dan Muslim”, dan Al-Imaam Ibnu Majah, di-shohiih-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albaany dalam “As-Silsilah Ash-Shohiihah”, dari Abu Saa’id Al-Khudry رضي الله عنه, beliau berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
يَجِيءُ النَّبِيُّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَعَهُ الرَّجُلُ , وَالنَّبِيُّ وَمَعَهُ الرَّجُلانِ وَأَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ فَيُدْعَى قَوْمُهُ فَيُقَالُ لَهُمْ : هَلْ بَلَّغَكُمْ هَذَا ؟ فَيَقُولُونَ : لا فَيُقَالُ لَهُ : هَلْ بَلَّغْتَ قَوْمَكَ ؟ فَيَقُولُ : نَعَمْ , فَيُقَالُ لَهُ : مَنْ يَشْهَدُ لَكَ ؟ فَيَقُولُ : مُحَمَّدٌ وَأُمَّتُهُ ؛ فَيُدْعَى مُحَمَّدٌ وَأُمَّتُهُ ؛ فَيُقَالُ لَهُمْ : هَلْ بَلَّغَ هَذَا قَوْمَهُ ؟ فَيَقُولُونَ : نَعَمْ ؛ فَيُقَالُ : وَمَا عِلْمُكُمْ ؟ فَيَقُولُونَ : جَاءَنَا نَبِيُّنَا فَأَخْبَرَنَا أَنَّ الرُّسُلَ قَدْ بَلَّغُوا , فَذَلِكَ قَوْلُهُ : ( وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا ) قَالَ : يَقُولُ : عَدْلا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
“Seorang Nabi akan datang pada hari kiamat dan bersamanya seorang lelaki (– pengikut Nabi tersebut – pen.), dan (ada pula) seorang Nabi yang datang dengan dua orang lelaki (– pengikut –) atau lebih banyak dari itu, lalu kaumnya diseru dan ditanyakan kepada mereka: “Apakah dia ini telah menyampaikan risalah kepada kalian?”
Maka mereka menjawab: “Tidak.”
Lalu ditanyakan kepada Nabi tadi: “Apakah engkau telah menyampaikan kepada kaummu?”
Dia pun menjawab: “Ya, sudah.”
Kemudian dikatakan kepadanya: “Siapa yang bersaksi untukmu?”
Lalu dia menjawab: “Muhammad dan ummatnya”.
Kemudian Muhammad dan umatnya diseru; seraya ditanyakan kepada mereka: “Apakah dia ini telah menyampaikan risalah kepada kaumnya?”
Merekapun menjawab: “Ya, benar”; dan dikatakan: “Apa yang kalian ketahui?”
Mereka menjawab: “Telah datang kepada kami Nabi dan meng-khobar-kan kepada kami bahwa sesungguhnya mereka para Rosuul telah menyampaikan risaalah, yang demikian itu firman Allooh Ta’aalaa: “Dan yang demikian itu Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat pertengahan”, dia berkata: Rosuulullooh bersabda, ‘Yang dimaksud dengan umat pertengahan adalah umat yang adil agar mereka menjadi saksi bagi para umat manusia dan Rosuulullooh menjadi saksi bagi kalian semua’.”
Adapun penafsiran “agar kalian menjadi saksi bagi umat manusia” sebagaimana dalam Tafsir Ibnu Katsiir 1/181 maksudnya adalah : “Agar kalian (ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم) kelak di hari kiamat menjadi saksi atas umat-umat terdahulu, karena mereka semua mengakui akan keutamaan dan kelebihan kalian.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)[4]
Dengan demikian, “menjadi saksi” itu adalah untuk memperjelas status seseorang, apakah seseorang itu benar-benar berbuat sesuai perintah Allooh سبحانه وتعالى ataukah tidak; dan kemudian “menjadi saksi” juga adalah untuk menyatakan apakah seseorang berhak untuk dihukum apabila melanggar perintah Allooh سبحانه وتعالى ataukah ia tidak berhak dihukum karena telah berlaku taat selama hidupnya di dunia. Kelak di Hari Akherat, diantara Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah menjadi saksi bagi ummat manusia.
Misi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم berikutnya adalah:
8) Memberi Kabar Gembira (Tabsyir)
9) Memberi Peringatan Keras (Indzar)
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bertugas menyampaikan berita gembira bahwa barangsiapa yang beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى dan ber-amal shoolih, maka kelak akan dimasukkan kedalam surga Allooh سبحانه وتعالى; disisi lain Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم juga bertugas menyampaikan peringatan dan ancaman keras bahwa barangsiapa yang tidak mau beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى, lebih memilih untuk kaafir kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka di Akherat kelak Allooh سبحانه وتعالى siapkan baginya adzab yang pedih berupa neraka jahannam.
Dalilnya adalah sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al-Baqoroh/2:119 :
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ
“Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka.”
Juga firman-Nya dalam QS. Saba’/34:28 :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”
Dan firman-Nya dalam QS. Faathir/35:24 :
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَإِنْ مِنْ أُمَّةٍ إِلا خَلا فِيهَا نَذِيرٌ
“Sungguh, Kami mengutus engkau dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada satu pun umat melainkan di sana telah datang seorang pemberi peringatan.”
Perhatikanlah dalam ayat-ayat diatas, betapa kedua perkara ini (Memberi Kabar Gembira dan Memberi Peringatan Keras) selalu Allooh سبحانه وتعالى letakkan secara berdampingan, artinya keduanya harus dilakukan secara berimbang, tidak boleh timpang/berat sebelah,
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم senantiasa berimbang / proporsional dalam dakwahnya ketika membawa berita gembira (basyir), serta ketika menyampaikan peringatan/ancaman (nadzir) kepada ummat manusia. Oleh karena itu, bagi siapapun yang hendak berdakwah tentang kebenaran Al-Islam hendaknya ia mengikuti contoh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yakni ketika berdakwah maka dalam prakteknya harus BERIMBANG (proporsional) antara penyampaian berita gembira dengan penyampaian peringatan ancaman. Hal ini sangatlah penting.
Apabila ada orang/kelompok yang dalam dakwahnya, mereka itu tidak ataupun jarang memberikan kabar gembira bagi kaum Muslimin, dan lebih mengutamakan / bertumpu pada penyampaian peringatan/ancaman; maka orang/kelompok seperti ini dapat terjerumus kedalam golongan Khowarij dimana golongan Khowarij ini dapat terjatuh kepada sikap keras yang berlebih-lebihan, sehingga bahkan terhadap sesama kaum Muslimin, ataupun sesama Mujahiddin yang telah berjuang menolong, membela Al-Islam, serta berupaya berjihad menegakkan kalimat “Laa Ilaaha Illallooh”; namun hanya karena tidak berada dalam kelompoknya, maka ia (kaum Khowarij ini) akan mudah men-cap mereka sebagai orang sesat dan kaafir, lalu ia memudahkan diri untuk menghalalkan darah mereka serta membunuh mereka. Perhatikanlah peringatan Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. An-Nisaa’/4:93-94 :
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا )٩٣ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَى إِلَيْكُمُ السَّلامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ كَذَلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا )٩٤(
(93) “Dan barang siapa yang membunuh seorang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahannam, dia kekal di dalamnya. Allooh murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.”
(94) “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allooh, maka telitilah (carilah keterangan) dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu, “Kamu bukan seorang yang beriman” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan dunia, padahal di sisi Allooh ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allooh memberikan nikmat-Nya kepadamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allooh Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Sebaliknya adalah golongan Murji’ah, yakni orang / kelompok yang dalam dakwahnya, mereka itu tidak ataupun jarang menyampaikan peringatan / ancaman Allooh سبحانه وتعالى terhadap kaum Muslimin yang dalam realitanya kehidupannya bisa jadi telah sangat jauh dari nilai-nilai Islam. Kelompok Murji’ah ini dalam berdakwahnya lebih mengutamakan / bertumpu pada penyampaian berita gembira, sehingga kaum Muslimin terus-menerus dipupuk sifat optimisme-nya, akan tetapi akibat kurang menyampaikan ayat dan Hadits yang berupa peringatan / ancaman sehingga obyek dakwah menjadi kurang memiliki rasa takut ketika ber-ma’shiyat terhadap Allooh سبحانه وتعالى. Kelompok Murji’ah bahkan berkeyakinan bahwa meskipun seseorang itu melakukan perkara pembatal-pembatal keislaman, melakukan perkara-perkara syirik akbar, kufur akbar maupun nifaq akbar, maka tetap saja olehnya dianggap sebagai mukmin.
Golongan Murji’ah ini juga terjatuh kepada sikap lunak dan memudah-mudahkan yang diluar batas, sehingga bahkan terhadap pihak yang telah nyata-nyata memusuhi dan memerangi Al-Islam, ia tetap wala’, loyal dan bersahabat dengan mereka. Ia tetap wala’, loyal dan bersahabat dengan orang-orang yang nyata-nyata membela kepentingan orang-orang kaafir dari kalangan Yahudi dan Nashroni yang memerangi Al-Islam dan kaum Muslimin. Ia tetap wala’, loyal dan bersahabat dengan orang-orang yang menghalalkan untuk mencaci maki istri-istri Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم maupun mengkafirkan para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (dari kalangan Syi’ah Roofidhoh). Ia tetap wala’, loyal dan bersahabat dengan orang-orang yang berkeyakinan bahwa ada Nabi lain setelah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم (dari kalangan Ahmadiyah).
Padahal dalam QS. Al-Maa’idah/5:54, Allooh سبحانه وتعالى telah menjelaskan bahwa diantara karakteristik orang yang beriman itu adalah ia dapat menempatkan sikap wala’ dan baro’-nya dengan tepat. Orang yang beriman itu akan bersikap lemah lembut dan wala’ terhadap sesama Mukmin, adapun terhadap orang kafir yang memusuhi / memerangi Al-Islam dan kaum Muslimin maka ia akan bersikap tegas / baro’ :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allooh akan mendatangkansuatu kaum yang Allooh mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allooh, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allooh, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allooh Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.”
Makna ayat diatas, berarti bukanlah karakteristik orang yang beriman apabila ia justru ber-wala’ terhadap orang-orang kaafir, dan sebaliknya bahkan bersikap keras terhadap orang Mukmin. Bukan pula karakteristik orang yang beriman, apabila ia justru membenci syari’at jihad untuk meninggikan kalimat “Laa Ilaaha Illallooh” atau ia tidak suka terhadap dakwah para da’i yang menjelaskan tentang keutamaan berjihad di jalan Allooh سبحانه وتعالى akibat sikap takut dirinya atas celaan orang yang suka mencela.
Oleh karena itu, penyampaian kabar gembira (tabsyir) dan penyampaian peringatan / ancaman (indzar) adalah sangat penting untuk dilakukan secara seimbang (proporsional) agar tidak terjatuh kedalam dua kubu ekstrim diatas.
10) Memberi Petunjuk
Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang kesepuluh adalah Memberi Petunjuk, agar ummat manusia dapat sampai kepada Alloohسبحانه وتعالى, sebagaimana dalam QS. Asy-Syuro’/42:52 :
وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا ۚ مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَٰكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚ وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”
Kita tidak akan bisa sampai dengan usaha diri kita sendiri kepada Allooh سبحانه وتعالى kalau tidak mengikuti petunjuk dari Nabi kita yang mulia صلى الله عليه وسلم. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bahkan meninggalkan dua perkara agar ummatnya tidak tersesat, sebagaimana dalam Hadits berikut ini:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَ هُمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ
Dari Abu Hurairoh rodhiyalloohu ‘anhu, ia berkata: “Telah bersabda Rosuulullooh shollalloohu ‘alaihi wasallam:‘Aku tinggalkan dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya yaitu Kitabullooh dan Sunnahku, serta keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya mendatangiku di Telaga (di Surga)’.”(Hadits al-Hakim dan al-Baihaqy)[5]
Apabila kita sebagai ummat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم hendak mengikuti jalan beliau صلى الله عليه وسلم, maka kita pun harus aktif mengupayakan sampainya Al-Qur’an dan As-Sunnah kepada keluarga, maupun kepada orang-orang di sekitar kita. Dan hendaknya kita pun sebelumnya membekali diri kita terlebih dahulu dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah tersebut, agar mata rantai petunjuk itu selalu terkait dan tidak terputus dari Wahyu Allooh سبحانه وتعالى yang merupakan Cahaya bagi ummat manusia.
11) Menegakkan dan Menjayakan Islam
Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang ke-sebelas adalah : “Iqomatuddĩn wa idz-hãruhũ” (وإظهارهإقامة الدين) / Menenegakkan serta Menjayakan Al-Islãm; agar Al-Islam didzohirkan (tampak nyata) di muka bumi serta diunggulkan dibandingkan agama-agama lainnya.
Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. At-Taubah/9:32-33 :
يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (٣٢) هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ (٣٣(
(32) “Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allõh dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allõh menolaknya, Dan Allõh tidak menghendaki selain untuk menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kãfir itu tidak menyukai.”
(33) “Dialah yang telah mengutus Rosũl-Nya dengan petunjuk (Al-Qur’an) dan dĩn (agama) yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.”
Menurut Al-Imãm Ibnu Jarĩr Ath-Thobary رحمه الله makna dari pada “untuk diunggulkan atas segala agama” sebagaimana dalam QS. At-Taubah (9) ayat 33 diatas adalah : “Agar Al-Islãm itu menjadi tinggi diatas seluruh agama yang ada di muka bumi ini. Agar Al-Islãm itu menang, maka diutuslah Muhammad Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.” [6]
Kemudian Al-Imãm Ibnu Jarĩr Ath-Thobaryرحمه الله menukil perkataan Ibnu ‘Abbasرضي الله عنه sebagai berikut:
“Agar Allõh سبحانه وتعالى memenangkan Nabi-Nya sehingga agama ini berada diatas semua agama yang ada, sehingga dengannya semua perkara diserahkan kepada Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, tidak ada yang tersembunyi barang sedikitpun; meskipun orang-orang musyrikin dan orang-orang kãfir (– Yahudi maupun Nashroni –) membenci hal tersebut.”[7]
Dari ayat diatas dapatlah kita ambil pelajaran bahwa kalau Al-Islãm itu tinggi, berjaya dan menang maka yang paling tidak suka dan amat membenci hal tersebut adalah orang-orang musyrikin dan orang-orang kãfir (baik dari kalangan Yahudi maupun Nashroni). Dan ini sudah dijelaskan Allõh سبحانه وتعالى sejak 1442 tahun yang lalu. Nah sebagai kaum Muslimin, sadar dan yakinkah kita akan ayat ini? Bukankah itu adalah peringatan yang sangat jelas dari Allõh سبحانه وتعالى? Sungguh sangat mengherankan apabila ada diantara kaum Muslimin yang berharap untuk memenangkan Al-Islãm dengan cara bersikap wala’, loyal, serta mencari keridho’an hati (mengikuti kemauan) orang-orang kãfir yang membenci serta memerangi Allõh سبحانه وتعالى, Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم, serta Al-Islãm.
Seorang ‘Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah ber-madzhab Asy-Syãfi’iy, yakni Al-Imãm Al-Baghowy رحمه الله, ketika menjelaskan makna dari “Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allõh dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka” dalam QS. At-Taubah (9) ayat 32 diatas, maka beliau berkata:
“Mereka (– orang-orang Musyrikin dan Yahudi – Nashroni – pen.) menolak agama Allõh (Al-Islãm) melalui mulut-mulut mereka, dan mereka mendustakannya (– mendustakan Al-Islãm – pen.).” [8]
Jadi apabila di zaman kita sekarang ini, kita jumpai banyaknya syubhat, banyaknya kedustaanyang ditujukan kepada Al-Islãm, seperti perkataan “Tafsĩr Al-Qur’an harus dirubah, sekarang ini sudah zaman modern… jadi tafsĩrnya sudah tidak lagi sesuai buat era globalisasi”, atau perkataan “Al-Islãm itu mengajarkan terorisme, radikalisme, ekstrimisme”, atau juga banyaknya berita dari media-media milik orang kãfir yang memang menebarkan Islamophobia untuk mendiskreditkan Islãm dan kaum Muslimĩn dengan berita-berita mereka; maka sadarilah bahwa hal ini sudah jauh-jauh hari diperingatkan oleh Allõh سبحانه وتعالى. Karena mereka (orang-orang musyrikin dan orang-orang kãfir) memang berkehendak untuk memadamkan cahaya (agama) Allõh سبحانه وتعالى dengan lisan-lisan mereka.
Al-Imãm Al-Baghowy رحمه الله menukil perkataan Al-Imãm Al-Kalbiرحمه الله bahwa yang dimaksud dengan “Nũrullõh” (نُورَ اللَّهِ) itu adalah “Al-Qur’an”.[9]
Berarti orang-orang musyrikin dan orang-orang kãfir akan terus-menerus berupaya memadamkan cahaya Al-Qur’an. Mereka menolak Al-Qur’an. Oleh karena itu, apabila di zaman sekarang kita jumpai orang-orang yang menolak Al-Qur’an, tidak membenarkan Al-Qur’an, mendustakan serta mengolok-olok Al-Qur’an; maka mereka itu digambarkan oleh Allõh سبحانه وتعالى sebagai orang-orang kãfir atau orang-orang yang mengikuti jejak orang kãfir.
Selanjutnya Al-Imãm Al-Baghowy رحمه الله menafsirkan ayat “li yuzh-hirohũ ‘alã dĩni kullihĩ walauw karihal musyrikũn” (لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ) sebagai berikut :
“Bahwa Muhammad Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم meninggikan Al-Islãm, memenangkan Al-Islãm, diatas semua agama yang ada; meskipun orang-orang kãfir membencinya.”
Beliau (Al-Imãm Al-Baghowy رحمه الله) juga menukil perkataan Ibnu ‘Abbasرضي الله عنه, bahwa yang dimaksud dengan hal tersebut adalah: “Al-Islãm menjadi menang diatas segala agama, sehingga seluruh syari’atnya tidak ada yang tersembunyi barang sedikitpun.”[10]
Seluruh ajaran Islãm itu menjadi nyata, nampak, diamalkan dan dikerjakan / dilaksanakan oleh para pengikutnya. Agar menjadi seperti demikian itulah maka Allõh سبحانه وتعالى mengutus Muhammad Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Berikutnya (Al-Imãm Al-Baghowy رحمه الله) menukil perkataan Al-ImãmAsy-Syãfi’iyرحمه الله bahwa: “Allõh سبحانه وتعالى telah menampakkan, memenangkan Rosũl-Nya diatas semua agama yang ada dengan bukti, sehingga semua orang yang mendengarkan ajarannya akan mengetahui bahwa itu adalah kebenaran.
Dan apa saja yang menyelisihi Al-Islãm dan Muhammadصلى الله عليه وسلم adalah bãthil.Syirik itu ada dua, yaitu agama Ahli Kitab (Yahudi, Nashroni) dan agama orang-orang yang ummi [*]. Allõhسبحانه وتعالىmemenangkan Al-Islãm diatas agama orang-orang yang ummi, sehingga Al-Islãm dijadikan sebagai agama oleh mereka, baik secara sukarela maupun terpaksa. Oleh karena itu, sebagian dari Ahli Kitab (Yahudi, Nashroni) pun memeluk Al-Islãm.
Bukti bahwa agama mereka itu kalah dan Al-Islãm yang menang, adalah bahwa orang-orang Yahudi dan Nashroni itu bahkan membayar upeti (pajak) kepada kaum Muslimin, karena mereka harus tunduk dan patuh pada aturan Islãm. Serta diterapkannya Hukum Islãm di masa itu, bahkan terhadap orang-orang kãfir sekalipun. Dan inilah yang dimaksud dengan kemenangan Islãm diatas semua agama.”[11]
[*] Agama orang-orang yang “ummi” yang dimaksud dalam perkataanAl-ImãmAsy-Syãfi’iy رحمه الله, adalah selain Ahlul Kitab, termasuk di dalamnya orang-orang musyrikin Mekkah.
Mari kita bandingkan penjelasan Al-Imãm Al-Baghowy رحمه الله diatas dengan keadaan kaum Muslimin di zaman sekarang.
Adakah syari’at Islãm saat ini tersembunyi ataukah nampak nyata diberlakukan di muka bumi? Kalau syari’at Islãm itu tidak nampak nyata diberlakukan di muka bumi, itu bisa jadi suatu pertanda bahwa kita kaum Muslimin lah yang telah meninggalkan ajaran Islãm. Karena apabila kaum Muslimin memiliki kegigihan dalam mengamalkan Islãm, sungguh-sungguh berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah (seperti di masa Rosûlullõh صلى الله عليه وسلمdan para shohabatnya رضي الله عنهم), maka pastilah Islãm itu akan berjaya, disegani dan kharismatik. Akan tetapi kalau kaum Muslimin meninggalkan ajaran Islãm, dan ini tercermin dari tidak diberlakukannya syari’at Islãm di berbagai belahan bumi saat ini, maka lihatlah betapa kaum Muslimin itu dirundung kehinaan dan keterpurukan. Ini akibat mereka meninggalkan dĩn-nya. Hal ini telah disabdakan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم sejak 1442 tahun yang lalu, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al-Imãm Abu Dãwud dalam Sunan-nya no: 3464 dari ‘Abdullõh bin ‘Umar رضي الله عنه :
إِذَاتَبَايَعْتُمْبِالْعِينَةِوَأَخَذْتُمْأَذْنَابَالْبَقَرِوَرَضِيتُمْبِالزَّرْعِوَتَرَكْتُمُالْجِهَادَسَلَّطَاللَّهُعَلَيْكُمْذُلاًّلاَيَنْزِعُهُحَتَّىتَرْجِعُواإِلَىدِينِكُمْ
“Jika kalian sudah saling berjual beli dengan riba’ dan mengambil ekor sapi (membuntuti dunia), dan puas dengan pertanian (investasi) dan kalian tinggalkan jihad, maka Allõh akan jadikan kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak akan dicabut sehingga kalian kembali kepada dien kalian.”
Hadits diatas sangat tepat menggambarkan keadaan kaum Muslimin di zaman kita sekarang. Saat ini sistem riba lah yang digunakan hampir dalam berbagai sektor perekonomian kita. Kaum Muslimin sibuk dengan urusan duniawinya, ma’ĩsyah-nya dan mereka meninggalkan kewajiban ber-jihad fĩ sabĩlillah untuk menegakkan kalimat Allõh سبحانه وتعالى. Maka lihatlah, betapa bisa kita saksikan secara nyata bahwa kaum Muslimin di berbagai belahan dunia saat ini berada dalam keadaan hina, mereka dibunuh, diusir dari rumah-rumah dan negeri-negeri kelahiran mereka. Dan Allõh سبحانه وتعالى telah menetapkan bahwa keadaan ini akan terus berlangsung sampai kaum Muslimin itu sendiri mau kembali kepada agama mereka (Al-Islãm), sampai kaum Muslimin itu sendiri kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, sampai kaum Muslimin itu sendiri kembali memperjuangkan syari’at Islãm agar berlaku nyata di muka bumi. Apabila kaum Muslimin mau ber-Ittiba’ kepada misi Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم ini (yaitu: menegakkan Al-Islam), maka barulah Allõh سبحانه وتعالى akan mencabut kehinaan itu dari mereka.
Jadi untuk “Menegakkan Al-Islãm, Memenangkan Al-Islãm”, barulah sedikit diantara kaum Muslimin yang menyadari kewajiban mereka untuk ber-Ittiba’dalam poin ini. Kebanyakan kaum Muslimin masih sibuk memikirkan urusan pribadinya masing-masing, urusan keluarganya sendiri, urusan pekerjaannya sendiri, persis seperti digambarkan dalam Hadits diatas. Dan jarang diantara mereka berpikir, berjuang serta berusaha bagaimana caranya agar Al-Islãm itu dapat berjaya kembali, padahal sesungguhnya perjuangan menegakkan Al-Islãm itu merupakan salah satu bentukIttiba’-nya kepada Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, yang tidak boleh dilalaikannya.
Bahkan apabila kita perhatikan penjelasan Al-ImãmAsy-Syãfi’iy رحمه الله diatas, maka bukti bahwa “Al-Islãm itu dimenangkan atas segala agama” di zaman Rosûlullõh صلى الله عليه وسلم dan para shohabatnya رضي الله عنهم, adalah dengan diberlakukannya upeti (pajak) atas orang-orang kãfir. Orang-orang kãfir di masa itu justru tunduk pada syari’at Islãm. Dan mereka hidup dengan damai dibawah ketundukan mereka pada syari’at Islãm. Nah, di zaman kita sekarang, yang terjadi adalah justru kebalikannya. Kaum Muslimin lah yang harus membayar pajak, dan hukum yang diberlakukan bagi kaum Muslimin di zaman kita sekarang bukanlah syari’at Islãm, tetapi hukum yang berasal dari orang-orang kãfir. Maka hendaknya kita kaum Muslimin melakukan introspeksi. Mengapa keaadan yang terjadi justru kebalikannya? Itu tidak lain karena kita kaum Muslimin telah meninggalkan dĩn kita. Kita tidak lagi berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di masa kita sekarang justru kita dapati buku-buku pendidikan agama di sekolah-sekolah ataupun di lembaga-lembaga pendidikan dipenuhi oleh pemikiran dari Barat–Timur–Utara-Selatan, aneka filsafat dan lain sebagainya. Gaya hidup (life-style) kaum Muslimin terkontaminasi kebudayaan Barat, Timur, dan lain sebagainya. Dan itu sebenarnya adalah strategi orang kãfir untuk menghancurkan Islãm dan kaum Muslimin.
Samuel Zweimer, seorang tokoh Yahudi (Ketua Umum Asosiasi Agen Yahudi) dalam Konferensi Missionaris di Yerusalem pada tahun 1935 M, yang dihadiri oleh utusan agen Yahudi dari seluruh dunia (dimana terjemahan pidato Zweimer ini dikutip dari buku Dr. Darauzah Muhammad ‘Izzah berjudul “Al-Judzũrul Qodimah li Ahdãsi Banĩ Isro’ĩl wal Yahũd wa Sulũkihim wa Akhlãqihim”, Maktabah Darul Atlas, Damaskus – Syria, 1970):
“… Yang perlu saudara-saudara perhatikan adalah bahwa tujuan misi yang telah diperjuangkan bangsa Yahudi dengan mengirim saudara-saudara ke negeri-negeri Islãm, bukanlah untuk mengharapkan kaum Muslimin beralih ke agama Yahudi atau Kristen. Bukan itu. Tetapi tugasmu adalah mengeluarkan mereka dari Islãm, dan tidak berpikir (untuk) mempertahankan agamanya. Disamping itu saudara-saudara harus menjadikan mereka jauh dari keluhuran budi, jauh dari watak yang baik….
Saudara-saudara telah mengeluarkan kaum Muslimin dari agama mereka, sekalipun mereka tetap enggan memakai baju Yahudi atau baju Kristen.Gaya hidup seperti itulah sasaran perjuangan kita, yakni para pemuda Islam yang malas, enggan bekerja keras, cenderung berfoya-foya, hanya gemar mempelajari segala hal yang berkaitan dengan sensualitas dan nafsu syahwat, bekerja semata-mata demi mengejar kekayaan material dunia, memburu jabatan, memuaskan nafsunya….
Lanjutkanlah perjuanganmu demi risalah agamamu. Semoga saudara-saudara semua mendapat berkat dari tuhan kita, Elohim, Allah yang Maha Suci dan Maha Agung. Lanjutkanlah perjuangan ini hingga dunia benar-benar terberkati.”
(sumber: http://www.scribd.com/doc/73998914/Edisi5-Online)
Sadarkah kita wahai kaum Muslimin akan strategi mereka untuk menghancurkan dĩn kita?
Berikutnya, Asy-Syaikh ‘Abdurrohmãn As-Sa’dy رحمه الله dalam Kitab berjudul “Taisĩr Al-Karĩm Ar-Rohmãn fĩ Tafsĩr Kalãmil Mannãn” halaman 382, beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “memenangkan Al-Islãm diatas semua agama yang ada” sebagaimana dalam QS. At-Taubah (9) ayat 33 diatas adalah:
“Agar Rosûlullõh صلى الله عليه وسلم menjadikan Al-Islãm tinggi diatas semua agama itu dengan argumentasi, penjelasan dan pedang / senjata. Walaupun orang-orang musyrik benci dan kemudian mereka membangkangnya dan mereka bermakar kepada Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Makar yang buruk itu tidak akan berpulang kecuali kepada orang yang berbuat makar tersebut. Allõh سبحانه وتعالى telah berjanji dan Dia (Allõh سبحانه وتعالى) akan mewujudkan apa yang telah dijanjikan-Nya. Dan apa yang Allõh سبحانه وتعالى telah jamin, mesti akan terjadi.”[12]
Berarti untuk menjadikan Al-Islãm itu tinggi, menang diatas agama selainnya, maka diperlukan adanya proses penyampaian Hujjah / argumentasi ataupun dalĩl, akan ada pula penjelasan agar kebenaran Al-Islãm ini dapat dimengerti, dipahami sejelas-jelasnya oleh pihak yang didakwahi; dan ada pula pengawalan dengan pedang / senjata sebagai langkah terakhir. Ketika cahaya Al-Islãm hendak dipadamkan dari muka bumi oleh musuh-musuh Allõh سبحانه وتعالى yang memerangi Al-Islãm, membunuh serta membantai kaum Muslimin di berbagai tempat, mengusir kaum Muslimin dari rumah-rumah dan tanah-tanah mereka. Maka kewajiban kaum Muslimin ketika itu adalah membela diri mereka dan membela kemuliaan agama mereka, sekalipun harus menggunakan pedang / senjata.
Contoh sederhana, apabila rumah kita dirampok penjahat; maka kita wajib membela diri. Bila perlu boleh saja mengangkat senjata untuk melawan sang perampok. Sekalipun kita mati ketika membela diri dan harta kita di kala itu, maka matinya adalah mati syahid sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al-Imãm Ibnu Mãjah no: 2580, dari Shohabat Sa’ĩd bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda :
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
“Barangsiapa yang terbunuh karena mempertahankan hartanya, maka ia adalah seorang syahid.”
Demikian pula permisalannya untuk skala yang lebih besar. Kalau negeri kaum Muslimin diinvasi musuh untuk dijajah, tanah mereka dijarah dan diambil penjajah. Mereka diusir dari tanah kelahirannya. Maka siapakah terorisnya? Tentulah penjajahnya. Kaum Muslimin yang berjihad membela diri ketika tanah kelahiran dan rumahnya dirampas penjajah, maka boleh bagi mereka mengangkat pedang / senjata dan melawan sang penjajah. Jangan katakan bahwa kaum Muslimin yang berjihad membela diri itu sebagai Teroris. Penjajahnya lah yang Teroris sesungguhnya. Logika ini sederhana, namun sering diputar-balikkan oleh gencarnya pemberitaan media massa orang kuffãr, sehingga seakan-akan kaum Muslimin lah yang bersalah. Hitam dikatakan Putih, dan Putih dikatakan Hitam. Itulah fenomena pemutarbalikan fakta yang datang dari media-media milik orang kuffãr, yang perlu kita waspadai.
Berikutnya, dalĩl lainnya adalah firman Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. Al-Fath/48: 27-28 :
لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لا تَخَافُونَ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذَلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا (٢٧) هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا (٢٨(
(27) “Sungguh, Allõh akan membuktikan kepada Rosũl-Nya tentang kebenaran mimpinya bahwa kamu pasti akan memasuki Masjidil Harom, jika Allõh menghendaki dalam keadaan aman, dengan menggundul rambut kepala dan memendekkannya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allõh mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, dan selain itu Dia telah memberikan kemenangan yang dekat.”
(28) “Dialah yang mengutus Rosũl-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang haq (benar) agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allõh sebagai saksi.”
Al-Imãm Al-Baidhowy رحمه الله, (seorang ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dari kalangan madzhab Asy-Syãfi’iy) beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Untuk memenangkan-nya diatas segala agama (لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ)” pada ayat diatas adalah:
“Agar Al-Islãm itu menang diatas semua jenis agama, dengan cara mengokohkan yang benar, serta menampakkan kerusakan yang bãthil; dan menjadikan kaum Muslimin menguasai dunia.” [13]
Dalam ayat sebelumnya, Allõh سبحانه وتعالى telah menjanjikan kemenangan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Dan Allõh سبحانه وتعالى mengutus Nabi-Nya صلى الله عليه وسلم agar agama yang haq (Al-Islãm) ini dimenangkan-Nya atas semua agama lainnya, dan itu untuk menghapus kebãthilan dan menggantinya dengan kebenaran. Berarti, akan ada pertarungan antara yang haq (Al-Islãm) dengan yang bãthil. Oleh karena itu, janganlah kita kaum Muslimin terkejut, resah, gelisah atau takut ketika kita menempuh jalan untuk memenangkan Al-Islãm, maka akan menemui penentangan yang dahsyat dari orang yang memusuhi Al-Islãm. Orang yang tidak suka kebenaran Al-Islãm tegak, akan memberikan hadangan / penentangan yang keras untuk mempertahankan kebãthilan-nya. Namun hendaknya kita kaum Muslimin yakin, bahwa janji Allõh سبحانه وتعالى pastilah benar, bahwaAl-Islãm pasti akan dimenangkan-Nya apabila kaum Muslimin mau memperjuangkan kebenaran-nya. Karena Al-Haq pastilahakan mengalahkan Al-Bãthil.
Adapun kalau sampai saat ini, kita berada di zaman dimana syari’at Islãm belum nampak nyata diberlakukan di muka bumi; maka bukanlah karena Allõh سبحانه وتعالى melanggar janji-Nya. Bukan pula karena Al-Islãm yang salah. Namun, salahkanlah diri kita sebagai ummat Islãm yang belum ber-Ittiba’ kepada Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم untuk menjalankan misi beliau untuk memperjuangkan Al-Islãm agar Al-Islãm itu dimenangkan diatas semua agama lainnya di muka bumi.Kita kaum Muslimin yang belum berjuang dengan sungguh-sungguh.
Pada zaman Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم dan para shohabatnya رضي الله عنهم, Al-Islãm itu eksis / nyata. Syari’at-nya diberlakukan di muka bumi secara nyata. Hal itu dapat terjadi karena pengikut Islãm dikala itu eksis pula, mereka nyata dalam perjuangan mereka untuk memenangkan Islãm. Kalau di zaman kita sekarang, syari’at Islãm tidak nyata diberlakukan di muka bumi; dan di berbagai belahan dunia saat ini yang diberlakukan justru hukum yang berasal dari orang kãfir. Akibatnya dĩnul Haq (Al-Islãm) akan diambil alih posisinya oleh agama selainnya yang bãthil. Ini semua terjadi karena kita sebagai pengikut Islãm tidak eksis dalam memperjuangkan dĩn kita. Hendaknya kita kaum Muslimin banyaklah ber-introspeksi, jangan salahkan siapa-siapa kecuali kita menyalahkan diri kita sendiri sebagai ummat Islãm yang belum ber-Ittiba’ secara maksimal kepada Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم. Kita belum berjuang secara maksimal. Kita masih sibuk dengan urusan pribadi kita masing-masing, urusan duniawi kita masing-masing, dan lalai memperjuangkan kebenaran Islãm dengan sebenar-benarnya perjuangan.
‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah lainnya yakni Al-Imãm Ibnu Katsĩrرحمه الله, dalam Kitab Tafsĩrnya “Tafsĩr Ibnu Katsĩr” 13/132 juga menjelaskan tentang “li yuzh-hirohũ ‘alã dĩni kullihĩ (لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ)” sebagai berikut:
“Bahwa seluruh pengikut agama penghuni bumi dimenangkan oleh Al-Islãm, apakah ia bangsa Arab ataupun bukan bangsa Arab. Apapun pengikut ajaran agamanya maka mereka semua akan kalah dan kaum Muslimin lah yang dimenangkan. Karena Allõh سبحانه وتعالى telah mempersaksikan bahwa Muhammad Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم adalah utusan-Nya.”[14]
Kemudian dalĩl berikutnya adalah firman Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. Ash-Shoff/61:9 :
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dialah yang mengutus Rosũl-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama meskipun orang musyrik membencinya.”
Asy-Syaikh ‘Abdurrohmãn As-Sa’dyرحمه الله menjelaskan makna “untukmemenangkannya diatas segala agama” sebagaimana dalam QS. Ash-Shoff (61) ayat 9 diatas, di dalam Kitab beliau berjudul “Taisĩr Al-Karĩm Ar-Rohmãn fĩ Tafsĩr Kalãmil Mannãn” halaman 1014 itu sebagai berikut:
“Agar Muhammadصلى الله عليه وسلم meninggikan (Al-Islãm) diatas semua agama dengan hujjah, dalĩl dan argumentasi, dan memenangkan pemeluknya yang senantiasa tegak mengamalkan agamanya dengan pedang. Dan adapun tentang agama, maka gambaran ini selalu merekat di setiap waktu; tidak mungkin ada yang mengalahkannya. Jika ada yang membantahnya, maka dia akan tersungkur dan terkalahkan. Sehingga Al-Islãm lah yang nampak dan menang. Adapun kaum muslimin yang menamakan dirinya Muslim, maka jika mereka mengamalkan (Al-Islãm), menjadikannya sebagai cahaya penerang, menjadikannya sebagai petunjuk, baik dalam perkara agama mereka maupun perkara dunia mereka, maka tidak akan ada seorang pun yang dapat mengalahkan mereka dan justru mereka akan menang di hadapan seluruh penganut agama yang ada. Namun sebaliknya, jika mereka (kaum Muslimin) menyia-nyiakan agama itu, dan mencukupkan diri dengan sekedar menisbatkan diri kepada Islãm (– maksudnya: Islam sebatas KTP – pent.), maka Al-Islãm tidak akan bermanfaat pada diri mereka, dan justru dengan mereka mengabaikan Islãm dari kehidupan mereka lah yang menjadi penyebab bagi musuh-musuh Islãm untuk menguasai diri mereka. Yang demikian itu, bisa diketahui berdasarkan telaah dan pengamatan terhadap awal maupun akhir sejarah kaum Muslimin.”[15]
Ayat ini hampir mirip dengan ayat-ayat sebelumnya diatas. Berarti, bahwa “li yuzh-hirohũ ‘alã dĩni kullihĩ (لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ)” diulang sampai 3 kali di dalam Al-Qur’an. Dengan demikian, seharusnya Al-Islãm itu menang, tidak kalah; dan seharusnya Al Islãm itu tinggi, tidak direndahkan; sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al-Imãm Ad-Dãruquthny:
عَنْ عَائِذِ بْنِ عَمْرٍو الْمُزَنِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ : (( الإِسْلاَمُ يَعْلُو، وَلاَ يُعْلَى ))
Dari ‘Aidz bin ‘Amr Al-Muzany, dari Nabi صلى الله عليه وسلم bahwa beliau bersabda : “Islãm itu tinggi dan tidak ada yang bisa lebih tinggi (– daripada Al-Islam – pent.).”[16]
Seharusnya pula Al-Islãm itu nyata dijadikan sebagai Pedoman / Tatanan Hidup kaum Muslimin, bukan hanya sekedar sebagai ritual belaka. Dahulu, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam waktu kurang dari seperempat abad (23 tahun), telah menjadikan Islam menguasai seluruh dunia, bahkan kerajaan Romawi dan Persia dikala itupun tunduk kepada kekuasaan kaum Muslimin. Ini semua karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menerapkan Islam secara KAFFAH (menyeluruh) dalam segala aspek kehidupan manusia. Agama bukan hanya sekedar ritual ibadah di masjid belaka, lalu diluar masjid seakan-akan Islam tidak berlaku; ini adalah pemahaman yang keliru/ salah kaprah.“Islam itu tinggi”tidak akan terpenuhi apabila dikerdilkan fungsinya dan dikungkung hanya sebatas sebagai ritual ibadah di masjid, sebagaimana yang dipahami keliru oleh sebagian kalangan.
Perlu kita kaum Muslimin koreksi bahwa ketika kita membahas tentang “Al-Islãm yang seharusnya nyata dijadikan sebagai Pedoman / Tatanan Hidup kaum Muslimin”, maka bila kita telaah keadaan kaum Muslimin di negeri kita, dalam kenyataannya adalah masih jauh dari apa yang diperintahkan Allõh سبحانه وتعالى dalam Al-Qur’an yaitu “menjadikan Al-Islãm menang dibandingkan semua agama yang ada”, menjadikan Al-Islãm itu tinggi. Berarti, kita hendaknya melakukan introspeksi sudah seberapa jauh kita kaum Muslimin ber-Ittiba’ kepada Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم dalam misi beliau ini.
Memang, keadaan ini bisa jadi akibat dari lemahnya ilmu (dĩn) dan kurangnya pemahaman kaum Muslimin itu sendiri terhadap dĩn mereka; namun disamping itu juga kurangnya kesadaran dari kaum Muslimin bahwa mereka itu sesungguhnya memiliki tanggung jawab untuk ber-Ittiba’terhadap Rosûlullõh صلى الله عليه وسلم dalam misi beliau yang satu ini, yaitu: menampakkan, melaksanakan dan menjadikan syari’at Allõh سبحانه وتعالى nyata di muka bumi, sehingga Al-Islãm itu menang dan tinggi dibandingkan semua agama lainnya. Dan tugas ini adalah tugas kita semua, sebagai ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم. Marilah kesadaran itu kita bangun dari sekarang. Jangan kita hanya berpikir secara individual belaka, akan tetapi perlu pula berpikir secara global bahwa ada tugas besar bersama yang tidak boleh dilupakan oleh kita semua kaum Muslimin, yakni: “li yuzh-hirohũ ‘alã dĩni kullihĩ (لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ)”.
Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berikutnya adalah:
12) Mendakwahkan Islam
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diutus Allooh سبحانه وتعالى untuk berdakwah (menyeru, memanggil manusia ke jalan Allooh سبحانه وتعالى); sebagaimana firman-Nya dalam QS. An-Nahl/16:125 :
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Juga firman-Nya dalam QS. Yusuf/12:108 :
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allooh dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allooh, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.”
Dengan demikian, bila kita kaum Muslimin inginIttiba’(mengikuti) Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, maka hendaknya kita menjadikan dakwah sebagai jalan hidup kita. Mengajak, menyeru manusia ke jalan Allooh سبحانه وتعالى. Dan dakwah haruslah diatas Ilmu (diin), haruslah dilandasi oleh hujjah. Sampaikanlah Al Qur’an, As Sunnah dengan pemahaman yang benar dari kalangan Shohabat, Tabi’iin, Tabi’ut Tabi’iin dan para ‘Ulama yang mu’tabar.
Berdakwah haruslah dengan ‘Ilmu karena sebagaimana dikatakan oleh Shohabat Mu’adz bin Jabbal رضي الله عنه :
العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ
“Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.”
Adapun dakwah tanpa ‘Ilmu itu justru dapat berbahaya karena dapat menyesatkan orang lain dari jalan Allooh سبحانه وتعالى; bisa jadi akibat kurangnya ‘Ilmu yang dimiliki, atau akibat kurangnya hikmah dalam berdakwah dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana dalam Hadits Shohiih Riwayat Al-Imaam Al-Bukhoory no: 3606 :
عن حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
Dari Hudzaifah bin Al-Yamaan رضي الله عنه berkata, “ Orang-orang bertanya pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang kejahatan, karena takut hal itu menimpaku.“
Maka aku katakan, “Wahai Rosuulullooh, sesungguhnya dulu kita berada dalam kejahiliyahan (kebodohan) dan kejahatan, lalu Allooh datangkan pada kami kebaikan (–Islam –pent) ini, maka apakah setelah kebaikan ini akan datang kejahatan?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya.”
Aku bertanya lagi, “Apakah setelah kejahatan itu akan muncul lagi kebaikan?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Tetapi di dalamnya terdapat noda.”
Aku bertanya lagi, “Noda apakah itu?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Yaitu suatu kaum yang berpedoman bukan dengan pedomanku. Kamu tahu dari mereka dan kamu ingkari.”
Aku bertanya lagi, “Lalu apakah setelah kebaikan itu akan muncul lagi kejahatan?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Yaitu para da’i (penyeru) kepada pintu-pintu jahannam. Maka barangsiapa yang memenuhi panggilan mereka, niscaya mereka akan mencampakkan-nya pada jahannam itu.”
Aku bertanya lagi, “Wahai Rosuulullooh, gambarkanlah kepada kami tentang mereka.”
Lalu beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Mereka adalah dari kalangan kita. Berkata dengan bahasa kita.”
Aku bertanya, “Apa yang kau perintahkan padaku, jika hal itu menimpaku?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Berpegang teguhlah dengan jama’ah muslimin, dan Imaam mereka (– kelompok yang berpegang teguh dengan Al-Haq – pent).”
Aku bertanya, “Jika mereka tidak punya jama’ah dan tidak punya Imaam?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Maka tinggalkan semua golongan itu, walaupun kamu harus menggigit akar pohon sampai kamu mati, sedangkan kamu berada dalam keadaan demikian.”
Perlu diketahui bahwa dakwah itu bukan profesi. Siapa saja yang mengaku ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم, hendaknya ia ikut berdakwah, walaupun dalam batas kemampuannya masing-masing.
13) Tabligh Ar-Risaalah
Diantara misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah menyampaikan Risaalah (Wahyu dari Allooh سبحانه وتعالى) yang merupakan esensi utama dari ke-Rosuul-annya. Ketika menerima Risaalah makaRisaalah tersebut bukanlah untuk diri beliau صلى الله عليه وسلم sendiri, akan tetapi harus disampaikan kepada ummatnya.
Karena itu, terdapat perbedaan definisi para ‘Ulama tentang Nabi dan Rosuul.
“Nabi”berasal dari kata “Naba” (نبأ), adalah: “Seseorang yang menerima Risaalah (Wahyu dari Allooh سبحانه وتعالى), tetapi ia tidak diperintahkan untuk menyampaikan Risaalah tersebut kepada ummatnya”.
Adapun “Rosuul”, berasal dari kata “Irsal” (إرسال), adalah: “Seseorang yang menerima Risaalah (Wahyu dari Allooh سبحانه وتعالى), tetapi ia diperintahkan untuk menyampaikan Risaalah tersebut kepada ummatnya”.
Meskipun demikian, definisi ini masih kurang tepat.
Yang tepat adalah:
- “Nabi adalah orang yang menerima Risaalah (Wahyu dari Alloohسبحانه وتعالى), dan diperintahkan untuk menyampaikan ajaran yang sama yang merupakan ajaran dari Nabi-Nabi sebelumnya.”
- Sedangkan: “Rosuul, ada unsur Tajdid (pembaharuan) dari ajaran Rosuul terdahulu. Rosuul diutus dengan membawa syari’at baru untuk menyempurnakan syari’at lama dari Rosuul-Rosuul terdahulu.”
Setiap Nabi belum tentu merupakan Rosuul, akan tetapi setiap Rosuul pastilah Nabi. Oleh karena itu jumlah Nabi adalah jauh lebih banyak dari jumlah Rosuul. Jumlah Nabi ada 120.000 orang sedangkan jumlah Rosuul ada 313 orang, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al-Imaam Ibnu Hibban no: 361, dari Shohabat Abu Dzar رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ketika ditanya tentang jumlah Nabi dan Rosuul sebagai berikut:
يا رسول الله كم الأنبياء قال مائة ألف وعشرون ألفا قلت يا رسول الله كم الرسل من ذلك قال ثلاث مائة وثلاثة عشر جما غفيرا قال قلت يا رسول الله من كان أولهم قال آدم
“Ya Rosuulullooh, berapa bilangan para Nabi?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “120.000 Nabi.”
Kemudian aku bertanya, “Berapa bilangan Rosuul?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “313 dari kalangan para Nabi.”
Lalu aku bertanya lagi, “Ya Rosuul, siapa Nabi pertama dari kalangan mereka?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Adam عليه السلام.”
Akan tetapi jika kita merujuk pada fatwa Lajnah Daa’imah, yang ditandatangani oleh Syaikh ‘Abdul Aziiz bin Baaz, syaikh Abdur Rozaq Afiifi, syaikh ‘Abdullooh Hudayyan, dan syaikh ‘Abdullooh bin Qu’uud pada saat ditanya tentang berapa tepatnya jumlah Nabi dan Rosuul, mereka menjawab, “Tidak ada yang mengetahui berapa jumlah mereka kecuali Allooh سبحانه وتعالى[17]. Karena Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Ghoofir/40:78:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلا مِنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَنْ يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ فَإِذَا جَاءَ أَمْرُ اللَّهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُونَ
“Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rosuul sebelum engkau (Muhammad), diantara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan diantaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rosuul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allooh. Maka apabila telah datang perintah Allooh, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang bathil.”
Dan yang dikenal dari mereka adalah Nabi yang disebutkan di dalam Al Qur’an atau disebutkan dalam Hadits yang Shohiih. Sementara Hadits Ibnu Hibban diatas, bahkan beberapa Hadits yang menyebutkan tentang bilangan Nabi dan Rosuul adalah tidak ada yang shohiih. Diantara para Imam yang menyatakan tidak shohiihnya riwayat tentang Jumlah Nabi dan Rosuul adalahIbnu Athiyyahpada saat menafsirkan QS. An-Nisaa’/4:164, dimana beliau mengatakan, ‘Ayat ini menunjukkan banyaknya Nabi tanpa dibatasi bilangan’, dan menutup penjelasannya dengan menjelaskan riwayat yang menyebutkan bilangan Nabi-Nabi adalah tidak shohiih.”[18]
Dengan demikian, dapatlah kita pahami bahwa :
Misi yang diemban oleh Nabi ‘Isa عليه السلام adalah sama dengan misi yang diemban oleh Nabi Musa عليه السلام, ataupun Nabi Ibrohim عليه السلام dan juga Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Mereka semua mengajarkan satu pokok yang sama, yakni: diinul Islam, yang merupakan ajaran Tauhiid. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits Riwayat Al-Imaam Muslim no: 2365, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه :
الأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ عَلاَّتٍ وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ …
“Para Nabi itu bersaudara dari satu keluarga, ibu mereka berbeda-beda tapi agama mereka satu.”
Meskipun sama pada pokoknya (yaitu diinul Islam yang berlandaskan pada ajaran Tauhiid), akan tetapi syari’at (hukum) yang dibawa oleh Nabi Musa عليه السلام untuk kaum Nabi Musa عليه السلام pada masa Nabi Musa عليه السلام adalah berbeda dengan syari’at (hukum) yang dibawa oleh Nabi ‘Isa عليه السلام untuk kaum Nabi ‘Isa عليه السلام pada masa Nabi ‘Isa عليه السلام. Dan syari’at-syari’at tersebut kemudian disempurnakan dengan diutusnya Nabi Muhammadصلى الله عليه وسلم sebagai Nabi dan Rosuul terakhir (penutup), dimana syari’at yang dibawa Nabi Muhammadصلى الله عليه وسلم berlaku untuk seluruh manusia di muka bumi (jadi bukan lagi berlaku hanya untuk kaum tertentu pada masa tertentu seperti Nabi / Rosuul sebelumnya).
Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al-Imaam Al-Bukhoory, dari Shohabat Jaabir ibni ‘Abdillah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ، وَأُحِلَّتْ لِي المَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
“Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelumku; Aku ditolong dengan rasa takut (pada musuh) dari jarak perjalanan satu bulan, dijadikan bumi untukku sebagai tempat sujud dan alat bersuci. Maka dimana saja salah seorang dari ummatku mendapati waktu sholat hendaklah ia sholat, dihalalkan untukku harta rampasan perang yang tidak pernah dihalalkan untuk orang sebelumku, aku diberikan (hak) syafa’at, dan para Nabi sebelumku diutus khusus untuk kaumnya, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia.” (HR. al Bukhori)[19]
Dengan demikian, hendaknya kita pahami dan kita yakini bahwa Nabi Muhammadصلى الله عليه وسلم diutus Allooh سبحانه وتعالى sebagai Nabi dan Rosuul terakhir, yang artinya adalah bahwa ajaran beliau صلى الله عليه وسلم, dan syari’at yang dibawa beliau صلى الله عليه وسلم dijamin Allooh سبحانه وتعالى akan bisa menjawab berbagai keadaan ummat / berbagai tantangan perubahan zaman, bahkan hingga tegaknya Hari Kiamat nanti. Oleh karena itu, sangatlah keliru apabila ada orang / sekelompok orang yang terkena syubhat dari paham Liberalisme sehingga mereka beranggapan bahwa syari’at Islam itu boleh diubah-ubah sekehendak manusia karena mereka menganggap syari’at Islam sudah tidak sesuai perkembangan zaman. Pemahaman seperti ini sangatlah keliru, oleh karena Allooh سبحانه وتعالى telah menjadikan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم sebagai Nabi dan Rosuul terakhir, dan itu berarti syari’at Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم pasti dijamin Allooh سبحانه وتعالى akan dapat menjawab berbagai tantangan zaman. Dan jaminan ini Allooh سبحانه وتعالى berikan sebagaimana dalam firman-Nya pada QS. Al-Maa’idah/5: 3:
…الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا …
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu….”
Dan diantara salah satu misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah menyampaikan Risaalah / Wahyu dari Allooh سبحانه وتعالى. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Maa’idah/5:67 :
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Wahai Rosuul! Sampaikanlah (semua) apa yang diturunkan Robb-mu kepadamu. Jika tidak kamu lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allooh memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allooh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
Berdasarkan ayat diatas, maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah penyampai Risaalahdari Allooh سبحانه وتعالى. Dan beliau صلى الله عليه وسلم menyampaikan apa adanya kepada ummatnya, tidak ditambah-tambah dan tidak dikurang-kurangi. Oleh karena itu, para Ustadz, para da’i, para Kyai, para ‘Ulama hendaknya berlaku demikian pula; sampaikan apa yang berasal dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم apa adanya, jangan ditambah-tambah dan jangan pula dikurang-kurangi. Karena menambah dan mengurangi dalam urusan diin itulah yang menjadi penyebab munculnya Bid’ah.
Kemudian dalam QS. Asy Syuuroo/42:48, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
فَإِنْ أَعْرَضُوا فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا إِنْ عَلَيْكَ إِلا الْبَلاغُ وَإِنَّا إِذَا أَذَقْنَا الإنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً فَرِحَ بِهَا وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ فَإِنَّ الإنْسَانَ كَفُورٌ
“Jika mereka berpaling, maka (ingatlah) Kami tidak mengutus engkau sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Dan sungguh, apabila Kami merasakan kepada manusia suatu rahmat dari Kami dia menyambutnya dengan gembira; tetapi jika mereka ditimpa kesusahan karena perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar), sungguh, manusia itu sangat ingkar (kepada nikmat).”
Juga berfirman dalam QS. Al-Jinn/72:23:
إِلَّا بَلَاغًا مِنَ اللَّهِ وَرِسَالَاتِهِ ۚ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا
“Akan tetapi (aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allooh dan risaalah-Nya. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allooh dan Rosuul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.”
Maksud daripada ayat-ayat diatas adalah ketika kita kaum Muslimin dalam berdakwah menyampaikan Al-Qur’an dan As-Sunnah kepada orang disekitar kita, lalu dakwah kita itu ditolak oleh manusia dengan berbagai bantahan dan alasan mereka, maka hendaknya kita menyadari bahwa misi kita berdakwah itu hanyalah menyampaikan. Sampaikan saja Al-Qur’an dan As-Sunnah itu apa adanya, tentulah dengan cara yang sebaik mungkin / hikmah; namun hendaknya kita menyadari pula bahwa hidayah itu adalah milik Allooh سبحانه وتعالى. Kita tidak dituntut Allooh سبحانه وتعالى bila orang yang kita dakwahi itu menolak / tidak mau menerima. Tugas kita hanyalah menyampaikan apa adanya.
14) Menyempurnakan Akhlaq
Diantara Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah Menyempurnakan Akhlaq manusia. Hal ini sebagaimana dalam Hadits Shohiih Riwayat Al-Imam Ahmad sebagai berikut:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ صَالِحَ الأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan baiknya akhlaq.” (HR. Ahmad)[20]
Dan dalam suatu hadits shohiih, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى :
اللّهُمَّ اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ
“Alloohummah-diinii li-ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li-ahsaniha illa anta (Ya Allooh, tunjukilah padaku akhlaq yang baik. Tidak ada yang dapat menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut kecuali Engkau).” (HR. Muslim, dari Shohabat ‘Ali Bin Abi Tholib RA)[21]
Misi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم berikutnya adalah:
15) Amar Ma’ruf Nahi Mungkar (المنكر عن والنهي بالمعروف األمر)
16) At-Tahlil (Menghalalkan) & At-Tahrim (Mengharomkan), yakni: Menunjukkan kepada ummat mana perkara-perkara yang Halal dan mana perkara-perkara yang Harom.
17) Meringankan (Membuang beban-beban yang memberatkan ummat manusia), oleh karena itu di dalam Islam ada ajaran rukhshoh (keringanan), dimana beserta kesulitan pastilah ada kemudahan yang diberikan oleh Allooh سبحانه وتعالى.
Ketiga misi diatas terangkum dalam QS. Al-A’rõf/7:157:
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأغْلالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rosũl (Muhammad), Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (nama dan sifatnya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharomkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadanya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Dari ayat diatas dapat diambil pelajaran bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم memiliki tugas:
a) Menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mengerjakan yang mungkar.
Dalam kitab-kitab sejarah (siroh), bisa kita baca bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم itu sepanjang hidupnya aktif melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Kalau ada diantara kita kaum Muslimin yang mengaku sebagai pengikut Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, lalu enggan ber-amar ma’ruf, apalagi ber-nahi mungkar; maka bisa jadi kita ini baru sebatas “mengaku” saja sebagai pengikut beliau صلى الله عليه وسلم. Kita belum benar-benar mempraktekkan dalam amal perbuatan kita apa yang menjadi misi Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم ini. Semoga Allõh سبحانه وتعالى menolong kita agar dimudahkan untuk dapat ber-Ittiba’ (mengikuti) kepada Nabi kita صلى الله عليه وسلم dalam perkara amar ma’ruf dan nahi mungkar.
b) Menghalalkan segala yang baik, mengharomkan segala yang buruk.
Berarti, apa yang diperintahkan syari’at sudah pasti baik, sudah pasti maslahat bagi kaum Muslimin; dan apa yang dilarang syari’at sudah pasti buruk bagi kaum Muslimin. Poin ini harus dicamkan sungguh-sungguh dalam hati kita. Jangan ada diantara kaum Muslimin yang mengaku sebagai pengikut Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, tetapi dalam kenyataannya ketika disodorkan pada dirinya syari’at Islãm maka ia menolak, tidak mau menerima dengan berbagai alasannya. Berarti pengakuannya sebagai pengikut Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم perlu dipertanyakan, apakah itu pengakuan yang benar ataukah dusta?
c) Membuang beban-beban dan belenggu yang ada
Apa yang menjadi beban bagi kaum Muslimin telah dihilangkan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Namun sangatlah disayangkan bahwa kaum Muslimin di zaman sekarang ini kembali mengalami sebagaimana apa yang dialami kaum di masa jahiliyyah dahulu. Apabila di zaman Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم dahulu riba maupun pajak telah dihilangkan, dan di masa itu yang diberdayakan adalah justru zakat, infaq dan shodaqoh yang dicintai Allõh سبحانه وتعالى; maka di zaman sekarang bahkan yang terjadi adalah sebaliknya. Dimana-mana riba digalakkan. Bank-bank ribawi menjamur. Kaum Muslimin masih pula dikenakan beban berupa pajak yang semakin hari semakin tinggi nilainya. Sehingga semua ini menjadi beban-beban dan belenggu yang menghimpit dan memberatkan bagi kaum Muslimin. Allõhul musta’ãn.
Untuk ber-Ittiba’ (mengikuti) Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم dalam misi beliau ini, kaum Muslimin sebelumnya harus ber-‘ilmu (dĩn) terlebih dahulu. Kaum Muslimin harus tahu mana yang ma’ruf dan mana yang mungkar, mana yang halal dan mana yang harom, mana yang menjadi beban / belenggu bagi mereka dan mana yang tidak.
18) Memberi Al-Bayãn / Memberi Penjelasan (البيان)
Memberi “Al-Bayãn”, yakni menjelaskan tentang Al-Islãm, menerangkan kepada ummat berbagai perkara dalam dĩn / agama ini (yang semula tidak jelas hingga menjadi jelas) bagi ummat.
Perhatikanlah firman Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. An-Nahl/16 :44:
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“(Mereka Kami utus) dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan Adz-Dzikr (Al-Qur’an) kepadamu,agar kamu (Muhammad) menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan.”
Al-Qur’an disebut sebagai “Adz-Dzikr”, karena didalamnya berisi seluruh perkara yang menjadi kebutuhan seorang hamba Allõh سبحانه وتعالى, baik dalam urusan dĩn, dunia maupun akhiratnya.
Adapun Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم diutus untuk “menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”; maksudnya: Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم diperintah Allõh سبحانه وتعالى untuk menjelaskan kepada manusia tentang berbagai perintah maupun larangan Allõh سبحانه وتعالى, serta tentang berbagai aturan / hukum Allõh سبحانه وتعالى (syari’at Islãm). Dalam ayat ini terkandung pula pelajaran bahwa fungsi As-Sunnah adalah untuk menerangkan Al-Qur’an, dan ayat ini merupakan bantahan yang nyata bagi kaum yang “Ingkar Sunnah” (yakni kaum yang menolak Sunnah Nabi Muhammadصلى الله عليه وسلم, kaum yang tidak mau berpedoman dengan Hadits-Hadits yang shohĩh dari Rosũlullõhصلى الله عليه وسلم). Padahal jelas dalam ayat ini bahwa Al-Qur’an itu butuh kepada Sunnah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Dalĩl yang berikutnya adalah firman Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. Al-Mã’idah/5:15-16 dan 19 sebagai berikut:
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيرًا مِمَّا كُنْتُمْ تُخْفُونَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ (١٥) يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (١٦(
(15) “Wahai Ahli Kitab! Sesungguhnya Rosũl Kami telah datang kepadamu, menjelaskan kepadamu banyak hal dari isi kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allõh, dan kitab yang menjelaskan,
(16) Dengan kitab itulah Allõh memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridho’an-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allõh mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus.”
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَى فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلا نَذِيرٍ فَقَدْ جَاءَكُمْ بَشِيرٌ وَنَذِيرٌ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
(19) “Wahai Ahli Kitab! Sungguh, Rosũl Kami telah datang kepada kamu, menjelaskan (syari’at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rosũl-rosũl agar kamu tidak mengatakan, “Tidak ada yang datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan.” Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allõh Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
“Ahli Kitab” yang dimaksud dalam ayat diatas adalah “orang-orang Yahudi dan Nashroni”. Dalam QS. Al-Mã’idah/5 :15 Allõh سبحانه وتعالى meng-khobarkan kepada kita bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم telah diutus kepada kaum Yahudi dan Nashroni untuk menjelaskan kepada mereka tentang isiTaurat dan Injil yang ayat-ayatnya banyak disembunyikan oleh mereka (kaum Yahudi dan Nashroni). Dan Al-Qur’an yang diturunkan itu menjadi penjelas atasnya.
19) Mengeluarkan Manusia dari Kegelapan
Diantara Misi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم adalah mengeluarkan manusia dari kegelapan jahiliyyah kepada cahaya petunjuk-Nya agar manusia dapat menemukan jalan untuk selamat dunia akherat. Hal ini sebagaimana dalam QS. Al-Maa’idah/5:15-16, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيرًا مِمَّا كُنْتُمْ تُخْفُونَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ (١٥) يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (١٦)
(15) “Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rosuul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allooh, dan Kitab yang menerangkan.”
(16)“Dengan kitab itulah Allooh menunjuki orang-orang yang mengikuti keridho’an-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allooh mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.”
Lalu dalam QS. An-Nahl/16:44, Allooh سبحانه وتعالىpun berfirman:
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,”
20) Sebagai Pemutus Perkara / Pemberi Vonis
Misi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم berikutnya adalah memutuskan perkara diantara ummat manusia dan memberi vonis terhadap berbagai perkara. Dalam QS. An-Nisa’/4: 59, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allooh dan taatilah Rosuul-(Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allooh (Al-Qur’an) dan Rosuul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allooh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Dari ayat diatas, dapatlah diambil pelajaran bahwa apabila terjadi perselisihan dalam berbagai perkara, baik perselisihan dalam lingkup kecil yakni lingkup keluarga, atau dalam skala yang lebih luas yakni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka perselisihan diantara rakyat dengan rakyat, atau perselisihan antara penguasa dengan rakyat; selalu kembalikan dan jadikanlah Al-Qur’an dan sunnah Rosuul sebagai pemutus perkara, serta syari’at Allooh sebagai hukum pem-vonisnya.
Dan dalam QS. An-Nisa’/4:65, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Didalam ayat diatas, Allooh سبحانه وتعالى menegaskan 3 hal, yaitu: a) tidaklah disebut orang beriman hingga menjadikan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم sebagai pemutus perkara (Hakim) terhadap berbagai perkara yang diperselisihkan. Berarti hukum Allooh lah yang harus dijadikan sebagai rujukan; b) tidak disebut orang beriman sampai hatinya ridho terhadap apa yang menjadi keputusan Nabi صلى الله عليه وسلم; dan c) tidak disebut orang beriman sampai menerima sepenuhnya keputusan Nabiصلى الله عليه وسلمtersebut.
21) Menegakkan Syari’at Allooh سبحانه وتعالى
Dalam QS. Asy-Syuro/42:13, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
“Dia (Allõh) telah mensyari’atkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrohim, Musa dan ‘Isa, yaitu, tegakkanlah agama (dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya. Sangat besar kebencian orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allõh memilih orang yang Dia kehendaki kepada agama tauhĩd dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya).”
Dalam ayat diatas disebutkan tidak kurang dari lima Rosũl, bahkan mereka itu adalah Rosũl Ulul ‘Azmi, yaitu: Nabi Nuh, Nabi Ibrohim, Nabi Musa, Nabi ‘Isa عليهم السلام dan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Kepada kelima Rosũl Ulul ‘Azmi tersebut turun wasiat Allõh سبحانه وتعالى, yakni: Tegakkanlah agama (Islãm) dan janganlah berpecah belah di dalamnya !
Wasiat (pesan) tersebut berupa kalimat perintah dari Allõh سبحانه وتعالى, yaitu: “Tegakkanlah Islãm”, dan berikutnya berupa kalimat larangan, yaitu: “Janganlah kalian berpecah belah”.
Ketika kalimat perintah itu diikuti oleh kalimat larangan sesudahnya, maka wasiat tersebut menjadi Wajib. Artinya, jika dilaksanakan akan berpahala dan bila ditinggalkan akan mendapatkan sanksi.
Larangannya adalah “Janganlah kalian berpecah-belah, bercerai-berai dalam ber-Islãm”. Maknanya: Perpecahan di dalam Islãm hukumnya adalah Harom. Adapun, “Tegakkan Islãm” hukumnya Wajib. Dengan demikian, “Menegakkan Islãm”, hukumnya Wajib; sementara “Berpecah-belah dalam Islãm” hukumnya Harom.
Sesudahnya, dalam QS. Asy-Syũrõ/42:13 diatas, Allõh سبحانه وتعالى kemudian memberikan peringatan bahwa: “Sangat besar kebencian orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka”; maksudnya: Apabila kita mendakwahkan Al-Islãm, maka yang paling membenci kepada dakwah ini adalah orang-orang musyrikin. Dan hal ini berlaku terus, bahkan sampai sekarang pun dapat kita rasakan kebenaran ayat ini.
Al-Imãm Ibnu Katsĩr رحمه الله menjelaskan, arti dari “Tegakkan agama (Islãm) dan jangan kamu berpecah-belah di dalamnya” sebagai berikut:
“Bahwa Allõhسبحانه وتعالىberwasiat kepada seluruh Rosũlعليهم السلام, agar mereka saling bersaudara dan berjama’ah (bersatu) dan Allõhسبحانه وتعالىmelarang mereka bercerai-berai dan berselisih.”
Kemudian beliau (Al-Imãm Ibnu Katsĩrرحمه الله) menjelaskan bahwa yang dimaksud dari “Sangat besar kebencian rang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka” adalah “Tauhĩd”.
Berarti, apa yang diajarkan, diserukan dan disebarkan berupa “Tauhĩd” oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah sangat berat diterima oleh orang-orang musyrikin, sangat dibenci oleh mereka. Dengan demikian, yang paling mengingkari dakwahTauhĩd adalah orang-orang musyrikin.
Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah lainnya yakni Al-Imãm Al-Baghowy رحمه الله dalam Kitabnya yang berjudul “Ma’ãlimu At Tanzĩl” (7/187), mengatakan bahwa:
“Allõh سبحانه وتعالى telah memberikan penjelasan, cara-cara dan ajarannya. Dan bahwa Allõh سبحانه وتعالى mengutus Rosũl-Rosũl agar mereka menegakkan Islãm, satu dengan yang lainnya saling damai dan berjama’ah (bersatu), tidak bercerai-berai dan tidak pula saling berselisih.”[22]
Berarti, bahwa Islãm itu bukan hanya misi Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, akan tetapi juga misi seluruh Nabi dan Rosũl lainnya.
Sedangkan Al-Imãm Al-Baidhowy رحمه الله dalam Kitabnya[23] “Anwãr At-Tanzĩl wa Asrõrut Ta’wĩl” 5/78, menjelaskan makna dari “Menegakkan agama (Islãm)” sebagai berikut: “Menegakkan Al Islãm dalam arti wajib membenarkan dan wajib mentaati Hukum-Hukum Allõh سبحانه وتعالى.”
Berarti, hukum-hukum Allõh سبحانه وتعالى itu harus dibenarkan dan ditaati serta dilaksanakan. Hukum-hukum Allõh سبحانه وتعالى tidak boleh didustakan atau diragukan; bahkan harus diyakini dan dipatuhi. Itulah yang dimaksud dengan “Menegakkan agama (Islãm)”.
Sedangkan Syaikh ‘Abdurrohman As-Sa’dy رحمه الله dalam Kitab beliau berjudul “Taisĩr Al-Karĩm Ar-Rohmãn fĩ Tafsĩr Kalãmil Mannãn” halaman 888, menjelaskan ayat diatas sebagai berikut:
“Bahwa ini (Islãm) adalah karunia Allõh سبحانه وتعالى yang sangat besar yang Allõh سبحانه وتعالى karuniakan kepada hamba-Nya. Dan bahwa Allõh سبحانه وتعالى men-syari’atkan dĩn kepada hamba-Nya sebaik-baik agama dan seutama-utama agama. Ajaran agama (dĩn) yang paling suci dan paling bersih adalah Islãm; yang Allõh سبحانه وتعالى syari’atkan kepada hamba-hamba yang terpilih (para Nabi dan para Rosũl), bahkan Allõh سبحانه وتعالى men-syari’atkan kepada manusia pilihan dari yang terpilih (Ulul ‘Azmi)……
‘Tegakkanlah Agama’ (أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ), maknanya adalah Allõh سبحانه وتعالى memerintahkan kalian agar menegakkan seluruh Syari’at Islam, pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya (– ‘aqĩdahnya dan fiqihnya – pen.). Kalian menegakkan Islãm pada diri kalian dan kalian hendaknya bersungguh-sungguh pula dalam menegakkan Islãm atas selain kalian. Hendaknya kalian saling tolong-menolong diatas kebajikan dan taqwa, dan janganlah kalian bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan…..
‘Dan janganlah kalian bercerai berai’, maknanya adalah: Berusahalah kalian untuk bersepakat di atas pokok-pokok Islãm, maupun dalam cabang-cabangnya. Dan gigihlah kalian, janganlah berbagai masalah menjadikan kalian bercerai-berai. Dan janganlah pula berbagai masalah menjadikan kalian berkelompok-kelompok (–ber-sekte-sekte – pen.), sehingga satu sama lainnya akan saling memusuhi. Padahal sesungguhnya kalian telah bersepakat dalam ‘aqĩdah kalian, maka mengapakah kalian berselisih sesudahnya?
Diantara yang harus kita pahami adalah bahwa ada berbagai jenis bentuk kita bersepakat diatas dĩn dan tidak bercerai-berai, yakni ketika haji, ketika ber-Hari Raya, ketika Sholat Jum’at, ketika sholat lima waktu, ketika berjihad fĩ sabĩlillah, dan berbagai ibadah lainnya; yang semuanya itu tidak akan sempurna kecuali dengan bersepakat dan berkumpul diatas Syari’at itu dan tidaklah bercerai-berai.”[24]
Pada intinya, hendaknya kaum Muslimin bersepakat dan jangan bercerai-berai dalam ‘aqĩdah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Dan kalau sudah bersepakat, maka janganlah berselisih !
II. Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلمdi Akherat
1) Menjadi Saksi di Hari Akherat
Hal ini sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al-Baqoroh/2: 143 :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
“Dan yang demikian itu Kami telah menjadikan kalian (ummat Islam) sebagai ummat pertengahan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agarRosuul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kalian.”
Dan dalam Hadits berikut ini,Rosuululloohصلى الله عليه وسلم bersabda:
يَجِيءُ النَّبِيُّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَعَهُ الرَّجُلُ , وَالنَّبِيُّ وَمَعَهُ الرَّجُلانِ وَأَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ فَيُدْعَى قَوْمُهُ فَيُقَالُ لَهُمْ : هَلْ بَلَّغَكُمْ هَذَا ؟ فَيَقُولُونَ : لا فَيُقَالُ لَهُ : هَلْ بَلَّغْتَ قَوْمَكَ ؟ فَيَقُولُ : نَعَمْ , فَيُقَالُ لَهُ : مَنْ يَشْهَدُ لَكَ ؟ فَيَقُولُ : مُحَمَّدٌ وَأُمَّتُهُ ؛ فَيُدْعَى مُحَمَّدٌ وَأُمَّتُهُ ؛ فَيُقَالُ لَهُمْ : هَلْ بَلَّغَ هَذَا قَوْمَهُ ؟ فَيَقُولُونَ : نَعَمْ ؛ فَيُقَالُ : وَمَا عِلْمُكُمْ ؟ فَيَقُولُونَ : جَاءَنَا نَبِيُّنَا فَأَخْبَرَنَا أَنَّ الرُّسُلَ قَدْ بَلَّغُوا , فَذَلِكَ قَوْلُهُ : ( وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا ) قَالَ : يَقُولُ : عَدْلا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
“Seorang Nabi akan datang pada hari kiamat dan bersamanya seorang lelaki, dan seorang Nabi datang dengan dua orang lelaki bersamanya atau lebih banyak dari itu, lalu kaumnya diseru dan ditanyakan kepada mereka: “Apakah dia ini telah menyampaikan risaalah kepada kalian?” Maka mereka menjawab: “Tidak.” Lalu ditanyakan kepada Nabi tadi: “Apakah engkau telah menyampaikan kepada kaummu?” Diapun menjawab: “Ya, sudah.” Kemudian dikatakan kepadanya: “Siapa yang bersaksi untukmu?” Lalu dia menjawab: “Muhammad dan kaumnya”; Kemudian Muhammad dan ummatnya diseru, seraya ditanyakan kepada mereka: “Apakah dia ini telah menyampaikan risaalah kepada kaumnya?” Merekapun menjawab: “Ya, benar”; dan dikatakan: “Apa yang kalian ketahui?” Mereka menjawab: “Telah datang kepada kami Nabi dan mengabarkan kepada kami bahwa sesungguhnya mereka para Rosuul telah menyampaikan risaalah”, yang demikian itu firman Allooh Ta’aalaa: “Dan yang demikian itu Kami telah menjadikan kalian (ummat Islam) sebagai ummat pertengahan”, dia berkata: Rosuulullooh bersabda, “Yang dimaksud dengan ummat pertengahan adalah ummat yang adil, agar mereka menjadi saksi bagi para ummat manusia dan Rosuulullooh menjadi saksi bagi kalian semua.”
(HR. Ahmad dan Ibnu Maajah dari Abu Sa’iid Al-Khudry Rodhiyalloohu ‘anhu; dishohiihkan oleh Al-Albaany dalam “As-Silsilah As-Shohiihah”[25]
Ibnu Jariir Ath-Thobary mentafsirkan ayat tersebut bahwa: “Maksud dari“Yang demikian itu Kami jadikan kalian sebagai ummat pertengahan” yaitu:“Ummat yang adil yang akan menjadi saksi bagi para Nabi-Ku dan utusan-Ku terhadap ummat-ummatnya terkait penyampaian risaalah, apakah mereka telah menyampaikan apa yang diperintahkan untuk disampaikan dari risaalah-risaalah-Ku kepada ummatnya, dan Rosuul-Ku Muhammadصلى الله عليه وسلمsebagai saksi atas keimanan kalian, dan saksi dari apa yang datang kepada kalian dari sisi-Ku.”[26]
2) Memberi Syafa’at
Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al-Imãm Muslim, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, ia berkata bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda,
لِكُلِّ نَبِىٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِىٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّى اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِى شَفَاعَةً لأُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِىَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِى لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
“Setiap Nabi mempunyai do’a yang mustajab. Maka, masing-masing Nabi segera menggunakan do’a tersebut. Namun, aku menyimpan do’a itu untuk memberi Syafã’at kepada ummatku pada Hari Kiamat, yang Syafã’at tersebut in syã Allõh akan sampai pada ummatku yang mati tanpa menyekutukan Allõh dengan sesuatu apa pun.” (HR. Muslim)[27]
Dalam Hadits Riwayat Al-Imãm Muslim, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, beliau berkata,
فيأتون إبراهيم فيقولون أنت نبي الله وخليله من أهل الأرض اشفع لنا إلى ربك ألا ترى إلى ما نحن فيه ؟ ألا ترى إلى ما قد بلغنا ؟ فيقول لهم إبراهيم إن ربي قد غضب اليوم غضبا لم يغضب قبله مثله ولا يغضب بعده مثله وذكر كذباته نفسي نفسي اذهبوا إلى غيري اذهبوا إلى موسى فيأتون موسى صلى الله عليه و سلم فيقولون يا موسى أنت رسول الله فضلك الله برسالاته وبتكليمه على الناس اشفع لنا إلى ربك ألا ترى إلى ما نحن فيه ؟ ألا ترى ما قد بلغنا ؟ فيقول لهم موسى صلى الله عليه و سلم إن ربي قد غضب اليوم غضبا لم يغضب قبله مثله ولن يغضب بعده مثله وإني قتلت نفسا لم أومر بقتلها نفسي نفسي اذهبوا إلى عيسى صلى الله عليه و سلم فيأتون عيسى فيقولون يا عيسى أنت رسول الله وكلمت الناس في المهد وكلمة منه ألقاها إلى مريم وروح منه فاشفع لنا إلى ربك ألا ترى ما نحن فيه ؟ ألا ترى ما قد بلغنا ؟ فيقول لهم عيسى صلى الله عليه و سلم إن ربي قد غضب اليوم غضبا لم يغضب قبله مثله ولن يغضب بعده مثله ولم يذكر له ذنبا نفسي نفسي اذهبوا إلى غيري اذهبوا إلى محمد صلى الله عليه و سلم فيأتوني فيقولون يا محمد أنت رسول الله وخاتم الأنبياء وغفر الله لك ما تقدم من ذنبك وما تأخر اشفع لنا إلى ربك ألا ترى ما نحن فيه ؟ ألا ترى ما قد بلغنا ؟ فأنطلق فآتي تحت العرش فأقع ساجدا لربي ثم يفتح الله علي ويلهمني من محامده وحسن الثناء عليه شيئا لم يفتحه لأحد قبلي ثم يقال يا محمد ارفع رأسك سل تعطه اشفع تشفع فأرفع رأسي فأقول يا رب أمتي أمتي فيقال يا محمد أدخل الجنة من أمتك من لا حساب عليه من الباب الأيمن من أبواب الجنة وهو شركاء الناس فيما سوى ذلك من الأبواب والذي نفس محمد بيده إن ما بين المصراعين من مصاريع الجنة لكما بين مكة وهجر أو كما بين مكة وبصرى
Kemudian manusia mendatangi Nabi Ibrohim عليه السلام, dan berkata: “Engkau adalah Nabi Allõh dan Kekasih–Nyadari penduduk bumi.Mintakanlah Asy Syafã’ah kepada Robb-mu untuk kami. Tidakkah engkau tahu apa yang sedang kami alami? Tidakkah engkau tahu apa yang sedang menimpa kami?”.
Kemudian Nabi Ibrohim عليه السلام-pun menjawab, “Sesungguhnya Robb-ku pada hari ini murka tiada tara, yang belum pernah Dia murka seperti itu sebelum dan sesudahnya.”
Nabi Ibrohim عليه السلام menyebutkan dusta yang telah dialaminya (– ketika ia menghancurkan berhala –). Nabi Ibrohim عليه السلام berkata, “Aku (saat ini) sibuk dengan urusanku sendiri, aku sibuk dengan urusanku sendiri.Pergilah kalian kepada Nabi lain selainku. Pergilah kalian kepada Musaعليه السلام.”
Maka mereka pun mendatangi Nabi Musa عليه السلام, lalu berkata: “Wahai Musa, engkau adalah utusan Allõhسبحانه وتعالى. Allõh سبحانه وتعالى telah memberimukeutamaan dengan risalah-Nya, dan firman-Nya kepadamu melebihi manusia lain. Maka mintakanlah Asy Syafã’ah kepada Robb-mu untuk kami. Tidakkah engkau tahu apa yang sedang kami alami? Tidakkah engkau tahu apa yang telah menimpa kami?”.
Nabi Musa عليه السلام menjawab: “Sesungguhnya Robb-ku pada hari ini murka tiada tara, yang belum pernah Dia murka seperti itu sebelum dan sesudahnya. Sesungguhnya aku pernah membunuh seseorang yang aku tidak diperintahkan untuk membunuhnya. Aku (saat ini) sibuk dengan urusanku sendiri, aku sibuk dengan urusanku sendiri. Pergilah kalian kepada ‘Isa عليه السلام.”
Lalu mereka mendatangi Nabi ‘Isaعليه السلام, seraya berkata: “Wahai Isa, engkau adalah utusan Allõh سبحانه وتعالى (*catatan pent.: — hal ini tidak seperti anggapan orang Nashroni yang menganggap bahwa ‘Isa عليه السلام adalah Tuhan dan anak Allõh –). Engkau telah berbicara kepada manusia ketika engkau baru lahir. Engkau terwujud dengan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam dengan tiupan roh dari-Nya. Maka, mintakanlah Asy Syafã’ah kepada Robb-mu untuk kami. Tidakkah engkau tahu apa yang sedang kami alami? Tidakkah engkau tahu apa yang sedang menimpa kami?”.
Nabi ‘Isa عليه السلام menjawab: “Sesungguhnya Robb-ku pada hari ini murka tiada tara, yang belum pernah Dia murka seperti itu sebelum dan sesudahnya.”
Nabi ‘Isa عليه السلام tidak menyebutkan dosa yang pernah dialaminya.
Kata Nabi ‘Isa عليه السلام selanjutnya, “Aku (saat ini) sibuk dengan urusanku sendiri, aku sibuk dengan urusanku sendiri. Pergilah kalian kepada Muhammad عليه السلام.”
Kemudian mereka mendatangiku, dan berkata : “Wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allõh سبحانه وتعالى, engkau adalah Penutup para Nabi, Allõh سبحانه وتعالى telahmemberikan ampunan atas dosa yang telah engkau lakukan (seandainya ada). Maka, mintakanlah Asy Syafã’ah kepada Robb-mu untuk kami. Tidakkah engkau tahu apa yang sedang kami alami? Tidakkah engkau tahu apa yang sedang menimpa kami?”.
Maka aku (Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم) pergi dan mendatangiTahtal ‘Arsy (kebawah Al ‘Arsy). Lalu aku bersujud kepada Robb-ku. Kemudian Allõh سبحانه وتعالى memberiku pertolongan dan pemberitahuan yang tidak pernah Dia berikan kepada seseorang sebelum aku.Dia berfirman, “Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu. Mintalah, maka engkau akan diberi. Mintalah Asy Syafã’ah, maka engkau akan diizinkan untuk memberi Asy Syafã’ah.”
Lalu aku mengangkat kepalaku, dan aku mengatakan : “Ya Allõh, tolonglah ummatku! Tolonglah ummatku!”
Aku dijawab: “Wahai Muhammad, masukkanlah ke surga ummatmu yang bebas hisab dari pintu kanan surga, dan selain mereka lewat pintu yang lain lagi.” Demi Allõh yang menguasai diri Muhammad, sesungguhnya antara dua daun pintu di surga sebanding antara Mekkah dan Hajar (– daerah Palestina – pent.), atau antara Mekkah dan Bashra (– Iraq – pent.).” (HR. Muslim)[28]
Hadits yang panjang tersebut merupakan dalil bagi kita tentang apa yang disebut Asy-Syafã’atul ‘Udzma (Asy-Syafã’ah yang Agung) yang tidak dimiliki oleh seorang Nabi pun, kecuali Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
3) Memberi Minum Air dari Telaga (Al-Haudh) kepada Ummatnya (yang diizinkan Allooh)
Hal ini adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry dan Al Imãm Muslim, dari Shohabat ‘Abdullõh bin ‘Umarرضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلمbersabda:
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ وَلأُنَازِعَنَّ أَقْوَامًا ثُمَّ لأُغْلَبَنَّ عَلَيْهِمْ فَأَقُولُ يَا رَبِّ أَصْحَابِى أَصْحَابِى. فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Aku akan mendahului kalian sampai di Al-Haudh dan akan dihadapkan kepadaku beberapa orang dari kalian, kemudian ketika aku memberi minum mereka, mereka terhalau darikumaka aku bertanya “Wahai Robb-ku mereka itu shohabat-shohabatku.”
Dia menjawab, “Engkau tidak tahu apa yang mereka perbuat sepeninggalmu”. (HR. al Bukhori dan Muslim)[29]
4) Berjaga diatas Ash-Shiroth dengan Mendoakan Ummatnya agar Selamat melalui Ash-Shiroth
Hal ini sebagaimana dalam HR. Al-Bukhoory, dari Abu Hurairoh rodhiyalloohu ‘anhu, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلمbersabda:
…وَيُضْرَبُ الصِّرَاطُ بَيْنَ ظَهْرَيْ جَهَنَّمَ، فَأَكُونُ أَنَا وَأُمَّتِي أَوَّلَ مَنْ يُجِيزُهَا، وَلاَ يَتَكَلَّمُ يَوْمَئِذٍ إِلَّا الرُّسُلُ، وَدَعْوَى الرُّسُلِ يَوْمَئِذٍ: اللَّهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ …
“…dan dibentangkanlah ash-shiroth diantara kedua punggung neraka jahannam. Maka aku dan umatku adalah yang pertama kali melintasinya. Tidak ada seorang pun yang berbicara ketika itu kecuali para rosuul. Ucapan para rosuul ketika itu adalah,’Ya Allooh, selamatkanlah, selamatkanlah’…” (HR. al Bukhori)[30]
III. Realitas Ummat Islam Indonesia Saat Ini
- Masih kurangnya kemampuan ummat Islam dalam membaca Al-Qur’an
- Kasus-kasus kriminal, korupsi dan krisis multi-dimensi di negara ini, juga tidak sedikit diantara pelaku dan oknum-oknum yang terlibat di dalamnya adalah beridentitas muslim
- Hukum dan tatanan bermasyarakat yang diatur sesuai dengan tuntunan syari’at, dinilai masih sangat lemah
- Budaya masyarakat yang masih jauh dari nilai-nilai Islam
- Perekonomian Syari’ah belum nyata diterapkan
- Lemahnya penegakan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar
- Pelaksanaan nilai-nilai Islam masih terhambat, bahkan sejak masih dalam tataran bangku sekolah sekalipun.
IV. Implementasi Misi Rosuul
- Pemerataan visi-misi segenap komponen penggerak, baik dalam bidang Dakwah dan Pendidikan, termasuk pihak-pihak terkait yang bertanggung jawab tentang Misi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم, melalui sosialisasi yang terprogram, terstruktur, dan berkelanjutan.
- Mengintensifkan komunikasi untuk mewujudkan kerjasama, baik antar personal, maupun lembaga.
- Mengupayakan langkah penanggulangan secara sungguh-sungguh, terencana dan berkelanjutan.
- Memberikan pembekalan bagi para aktivis dan tokoh perubahan
- Meningkatkan upaya operasional
- Mendirikan komisi advokasi
- Mengadakan upaya menuju kemandirian finansial khusus menuju kesuksesan upaya ini
V, Hambatan
- Keterbatasan wawasan
- Hawa Nafsu dan ‘Ashobiyyah
- Nifaq dan Mashlahiyyah
- Kelemahan dalam teknologi
- Kelemahan dalam finansial
- Pemikiran-pemikiran impor (bukan dari Al-Islam)
- Unsur-unsur ekstrem
VI, Cara Menanggulangi
- Merintis berdirinya komisi yang bertugas untuk mengkomunikasikan konsep ini dengan instansi terkait, terutama Lembaga Pendidikan dan Dakwah
- Memasukkan konsep Misi Rosuul ini dalam kurikulum Pendidikan, minimal dimulai sejakSekolah Menengah Atas
- Mensosialisasikan kesadaran umum tentang Misi Rosuul ini melalui majelis ta’lim, seminar, konferensi, perkuliahan dan media yang memungkinkan.
Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Cinere Depok, Kamis pagi, 26 Sya’ban1442 H – 8 April 2021 M
[1] HR. Al-Bukhoory no: 2957 dan HR. Muslim no: 1835. Redaksi Hadits diatas adalah riwayat Al-Imam al-Bukhoory
[2] Abu Daawud no: 4943 dan Al-Imaam At-Turmudzy no: 1924
[3] Al-Bukhoory no: 6426
[4] Ahmad no: 11575 dan syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth mengatakan, “Sanadnya shohiih, sesuai dengan syarat shohiih Al-Bukhoory dan Muslim”, dan Al-Imaam Ibnu Majah no: 4284, di-shohiih-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albaany dalam “As-Silsilah Ash-Shohiihah” no: 2448
[5] Hadits shohiih Riwayat al-Hakim (1/93) dan al-Baihaqy (10/114
[6] Ath Thobary, Muhammad bin Jarĩr Abu Ja’far, Jãmi’u Al Bayãni fĩ Ta’wĩli Al Qur’ãn, Beirut: Mu’assasah Ar Risãlah, I, 1420 H/2000 M, 14/214.
[7] Ath Thobary, Muhammad bin Jarĩr Abu Ja’far, Jãmi’u Al Bayãni fii Ta’wĩli Al Qur’ãn, Beirut: Mu’assasah Ar Risãlah, I, 1420 H/2000 M, 14/215.
[8] Al Baghowy Asy Syãfi’iy, Abu Muhammad Al Husein bin Mas’ũd, Ma’ãlimu At Tanzĩl Tahqĩq ‘Utsman Jum’ah, dkk., Riyãdh: Dãr Thoyyibah, 1412 H, 4/39.
[9] Al Baghowy Asy Syãfi’iy, Abu Muhammad Al Husein bin Mas’ũd, Ma’ãlimu At Tanzĩl Tahqĩq ‘Utsman Jum’ah, dkk., Riyãdh: Dãr Thoyyibah, 1412 H, 4/39
[10] Al Baghowy Asy Syãfi’iy, Abu Muhammad Al Husein bin Mas’ũd, Ma’ãlimu At Tanzĩl Tahqĩq ‘Utsman Jum’ah, dkk., Riyãdh: Dãr Thoyyibah, 1412 H, 4/39-40.
[11] Al Baghowy Asy Syãfi’iy, Abu Muhammad Al Husein bin Mas’ũd, Ma’ãlimu At Tanzĩl Tahqĩq ‘Utsman Jum’ah, dkk., Riyãdh: Dãr Thoyyibah, 1412 H, 4/40-41.
[12] As Sa’dy, ‘Abdurrohmãn bin Nashĩr, Taisĩr Al Karĩm Ar Rohmãn fĩ Tafsĩr Kalãmil Mannãn, Riyãdh: Dãrus Salãm, II, 1422 H/2002 M, 382.
[13] Al Baidhowy, Nãshiruddin Abul Khoĩr ‘Abdullõh bin ‘Umar bin Muhammad Asy Syiroozĩ, Anwãr At Tanzĩl wa Asrõrut Ta’wĩl, Beirut: Dãr Ihyã At Turõts Al Arobĩ dan Mu’assasah At Tarĩkh Al Arobĩ, I, 5/131-132.
[14] Ibnu Katsĩr, Imãduddĩn Abul Fidã Isma’ĩl, Tafsĩr Ibnu Katsĩr Tahqĩq Mustofa As Sayyid Muhammad, Jĩzah: Maktabah Qurthubah, I, 1421 H/2000M, 13/132.
[15] As Sa’dy, ‘Abdurrohmãn bin Nashĩr, Taisĩr Al Karĩm Ar Rohmãn fĩ Tafsĩr Kalãmil Mannãn, Riyãdh: Dãrus Salãm, II, 1422 H/2002 M, 1014.
[16] Al-Imãm Ad-Dãruquthny no: 3620, di-hasan-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albãny dalam kitab “Al-Irwã’ul Gholil fĩ Takhrĩji Ahãdĩtsi Manãris Sabĩl” no: 1268
[17] Fatwa Lajnah Daa’imah no: 5611 Jilid 4 no: 477
[18] Tafsir Al-Muharror Al-Wajiiz 2/223
[19] Al-Bukhoory no: 335
[20] Ahmad 2/381, no. 8952 di-shohiihkan oleh Syaikh al Arnauth
[21] Muslim no: 771
[22] Al Baghowy, Abu Muhammad Al Husein bin Mas’ũd, Ma’ãlimu At Tanzĩl Tahqĩq ‘Utsman Jum’ah, dkk., Riyãdh: Dãr Thoyyibah, 1412 H, 7/187.
[23] Al Baidhowy, Nãshiruddin Abul Khoĩr ‘Abdullõh bin ‘Umar bin Muhammad Asy Syiroozĩ, Anwãr At Tanzĩl wa Asrõrut Ta’wĩl, Beirut: Dãr Ihyã At Turõts Al Arobĩ dan Mu’assasah At Tarĩkh Al Arobĩ, I, 5/78.
[24] As Sa’dy, ‘Abdurrohmãn bin Nashĩr, Taisĩr Al Karĩm Ar Rohmãn fĩ Tafsĩr Kalãmil Mannãn, Riyãdh: Dãrus Salãm, II, 1422 H/2002 M, 888.
[25] HR. Ahmad no: 1164 dan HR. Ibnu Maajah no: 4284, dari Abu Sa’iid Al-Khudry Rodhiyalloohu ‘anhu; dishohiihkan oleh Al-Albaany dalam “As-Silsilah As-Shohiihah” no: 2448
[26] Ibnu Jariir Ath-Thobary, “Jami’ul Bayan” hal. (2/8)
[27] Shohih Muslim no: 199
[28] Shohih Muslim no: 194
[29] Al Bukhõry no: 7049 dan Al Imãm Muslim no: 2297
[30] Al-Bukhoory no: 806