Menyikapi Fitnah Akhir Zaman
بسم الله الرحمن الرحيم
(Transkrip Ceramah Kajian MIA 12082021)
Oleh: Ust. Dr. H. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى, Pada kajian kali ini, kita in-syaa Allooh akan membahas bagaimana “Menyikapi Fitnah Akhir Zaman”.
Kita saat ini berada di Akhir Zaman, karena Akhir Zaman dimulai sejak diutusnya Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Sebagaimana disebutkan oleh Al–Imãm Ibnul ‘Atsĩr رحمه الله dalam Kitab “Jãmi’ul ‘Ushũl”, dalam Hadits shohĩh Riwayat Al-Imãm al-Bukhõry, dari Shohabat Sahl bin Sã’ad رضي الله عنه, beliau berkata bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم menunjukkan dua jarinya (jari tengah dan telunjuk) lalu merapatkan jari-jarinya tersebut seraya bersabda :
(“Bu’itstu wa assã’ah kahãtain”). “Aku dibangkitkan dengan Hari Kiamat itu seperti ini”.
(HR. Al-Imãm al-Bukhõry)[1]
Maksudnya, antara Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم diutus dengan terjadinya Hari Kiamat itu adalah sangat dekat. Oleh karena itu, kita tahu bahwa beliau صلى الله عليه وسلم adalah Nabi Akhir Zaman.
Juga dalam Hadits Riwayat Al-Imãm Al-Bukhõry dan Al-Imãm Muslim, dari Shohabat Anas bin Mãlik رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةَ كَهَاتَيْنِ
(“Bu’itstu ana wassã’ah kahãtain”)
“Aku diutus dan Hari kiamat adalah bagaikan dua jari ini (telunjuk dan jari tengah— pen.).” (HR. Al-Imãm Al-Bukhõry dan Al-Imãm Muslim)[2]
Sama dengan Hadits sebelumnya, yakni sangat dekat antara Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم dengan Hari Kiamat. Dekatnya itu seperti apa, maka tidak ada yang tahu. Buktinya sampai sekarang, 1443 tahun terhitung dari zamannya Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم belum juga terjadi Hari Kiamat. Bahkan Tanda-tanda Qiyamah Kubro, belum semuanya terjadi. Berarti kalimat dekatnya antara jari telunjuk dan jari tengah itu, tentu tidak berarti dekat menurut pandangan manusia biasa, tetapi menurut ketentuan Allõh سبحانه وتعالى. Semua itu adalah Nash, Wahyu, sehingga akal manusia tidaklah bisa menalarnya. Kita hendaknya hanyalah mendengar, meyakini serta membenarkan saja, tetapi tidak boleh ada keragu-raguan sedikitpun, karena hal itu adalah Wahyu dari Allõh سبحانه وتعالى. Selama dalĩlnya benar dan shohiih, maka kewajiban kita adalah membenarkan dan meyakininya.
I. LIMA FASE EKSISTENSI UMMAT ISLAM
Dalam rentang periode Akhir Zaman ini, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم telah menjelaskan akan adanya 5 Fase Eksistensi Ummat Islam; hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al-Imãm Ahmad, dari Shohabat An-Nu’man bin Basyĩr رضي الله عنه, dan berkata Syaikh Syuaib al-Arnã’uth رحمه الله bahwa sanad Hadits ini Hasan, dan Hadits ini di-shohĩh-kan oleh Syaikh Nashiruddin al-Albãny رحمه الله dalam Kitab Silsilah Hadits Shohĩh-nya[3] sebagai berikut: “Dari An-Nu’man bin Basyĩr رضي الله عنه, beliau berkata bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ, ثُمَّ سَكَتَ
“Kenabian ditengah-tengah kalian akan berlangsung sebagaimana Allõh سبحانه وتعالى kehendaki, kemudian Allõh سبحانه وتعالى angkat jika Allõh سبحانه وتعالى kehendaki. Kemudian adalah Khilãfah diatas pedoman Nabi صلى الله عليه وسلم, kemudian Allõh سبحانه وتعالى angkat jika Allõh سبحانه وتعالى kehendaki. Kemudian adalah Kerajaan yang menggigit (– turun temurun –pent.), kemudian Allõh سبحانه وتعالى angkat jika Allõh سبحانه وتعالى kehendaki. Kemudian adalah Kerajaan Jabriyyah (tirani), kemudian Allõh سبحانه وتعالى angkat jika Allõh سبحانه وتعالى kehendaki. Kemudian Khilãfah diatas Pedoman Nabi صلى الله عليه وسلم.” Kemudian Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم diam.” (HR. Al-Imãm Ahmad)[4]
Dari Hadits diatas dapatlah dipetik suatu pelajaran, bahwa ada 5 periode yang dilalui oleh ummat Islam, yakni:
1) Periode kenabian, yakni: di zaman Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم diutus; dimana periode ini berlangsung selama 23 tahun, yaitu: sejak 12 tahun Sebelum Hijriyyah (masa dakwahnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم di Mekkah atau masa sebelum Hijrahnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ke Madinah / dari tahun 610 M – 622 M), kemudian dilanjutkan dengan masa dakwahnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم di Madinah sampai wafatnya beliau di tahun 632 M (atau hingga tahun 11 Hijriyyah).
2) Periode Khilãfah diatas Pedoman Nabi صلى الله عليه وسلم; dimana periode “Khilãfah Nubuwwah” ini berlangsung selama 30 tahun berdasarkan Hadits Riwayat Al-Imam Ahmad dan Hadits Riwayat Al-Imam at-Turmudzy, dari Safinah rodhiyalloohu ‘anhu – pembantu Nabi Muhammad shollalloohu ‘alaihi wasallam – dan sanadnya dihasankan oleh Syuaib al-Arna’uth, bahwa Nabi shollalloohu ‘alaihi wasallam bersabda,
الْخِلاَفَةُ فِى أُمَّتِى ثَلاَثُونَ سَنَةً ثُمَّ مُلْكاً بَعْدَ ذَلِكَ
“Khilafah di tengah umatku (berlangsung) selama 30 tahun. Kemudian setelah itu diganti kerajaan.” (HR. Al-Imam Ahmad, dan Al-Imam at-Turmudzy)[5]
Dimana Kholiifah Abu Bakar ash-Shiddiq rodhiyalloohu ‘anhu memerintah selama 2 tahun 76 hari yakni = dari 8 Juni 632 Masehi – 22 Agustus 634 Masehi (atau tahun 11 Hijriyah – 13 Hijriyah), disusul kemudian Kholiifah ‘Umar bin al-Khoththoob rodhiyalloohu ‘anhu memerintah selama 10 tahun 73 hari yakni = dari 23 Agustus 634 Masehi – 3 November 644 Masehi (atau tahun 13 Hijriyah – 23 Hijriyah), kemudian Kholiifah ‘Utsman bin ‘Affan rodhiyalloohu ‘anhu memerintah selama 11 tahun 223 hari yakni = dari 11 November 644 Masehi – 20 Juni 656 Masehi (atau tahun 23 Hijriyah – 35 Hijriyah); dan Kholiifah Ali bin Abi Thoolib rodhiyalloohu ‘anhu memerintah selama 4 tahun 224 hari yakni = dari 20 Juni 656 Masehi – 29 Januari 661 Masehi (atau tahun 35 Hijriyah – 40 Hijriyah); dan diakhiri oleh Kholiifah Hasan bin Ali rodhiyalloohu ‘anhu memerintah selama 6 atau 7 bulan yakni = tahun 661 Masehi (atau tahun 41 Hijriyah).
Dari Hadist tersebut, “Khilãfah Nubuwwah” berakhir pada tahun 661 Masehi / 41 Hijriyah saat Kholiifah Hasan bin Ali rodhiyalloohu ‘anhu (yang saat itu hanya memegang kekuasaan selama 6 atau 7 bulan) menyerahkan kepemimpinannya kepada shohabat Mu’awiyyah bin Abu Sofyan rodhiyalloohu ‘anhu.
3) Periode “Mulkan ‘Aadhon (مُلْكًا عَاضًّا) artinya Kerajaan yang menggigit” atau artinya “Kerajaan turun-temurun”; dimana masa berlangsungnya adalah selama sekitar 1263 tahun lamanya, yakni dari tahun 661 Masehi – 3 Maret 1924 Masehi (atau tahun 41 Hijriyyah – 1304 Hijriyyah).
Dalam sejarah, tercatat 3 dinasti besar Mulkan ‘Aadhon yang berkuasa, yakni antara lain:
- Dinasti ‘Umayyah (tahun 661 Masehi – 750 Masehi / tahun 41 Hijriyyah – 130 Hijriyyah)
- Dinasti ‘Abbasiyyah : Periode Pertama berlangsung sampai jatuhnya Baghdad ke tangan Mongol yaitu dari tahun 750 Masehi – 1258 Masehi (atau tahun 130 Hijriyyah – 638 Hijriyyah); dan Periode Kedua dimana basis kekuasaan dipindah ke Mesir setelah kejatuhan Baghdad ke tangan Mongol, adalah dari tahun 1261 Masehi – 1517 Masehi (atau tahun 641 Hijriyyah – 897 Hijriyyah)
- Dinasti ‘Utsmaniyyah (tahun 1517 Masehi – 1924 Masehi / tahun 897 Hijriyyah – 1304 Hijriyyah)
4) Periode “Mulkan Jabriyyah (مُلْكًا جَبْرِيَّةً) / Kekuasaan Jabriyyah” yang berarti Kekuasaan tirani; dimana masa ini berlangsung sejak runtuhnya dinasti ‘Utsmaniyyah pada tahun 1924 Masehi sampai dengan diturunkannya Al-Imam Mahdi kelak in sya Allooh Ta’aalaa.
5) Periode Khilãfah diatas Pedoman Nabi صلى الله عليه وسلم; dimana periode ini akan dipimpin oleh Al-Imam Mahdi, sehingga bolehlah disebut sebagai “Khilãfah Mahdiyyah” dan kekhilafahan ini akan berlangsung selama sekitar 7 atau 8 tahun.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Al-Imãm Ahmad bin Hanbal رحمه الله dalam Kitab “Al Musnad”, juga riwayat Al-Imãm Abu Dãwud, berkata Syaikh Nashiruddin al-Albãny bahwa Hadits ini Hasan. Dari Shohabat Abu Sã’id Al-Khudry رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
الْمَهْدِىُّ مِنِّى أَجْلَى الْجَبْهَةِ أَقْنَى الأَنْفِ يَمْلأُ الأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا يَمْلِكُ سَبْعَ سِنِينَ
“Al-Mahdi itu berasal dari keturunanku. Ia tipis alisnya, panjang hidungnya (mancung), bumi ini akan dipenuhi dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya bumi ini dipenuhi oleh kedzoliman. Ia akan menguasai dunia ini selama 7 (tujuh) tahun.” (HR. Al-Imãm Ahmad dan Al-Imãm Abu Dãwud)[6]
Dan dalam Hadits lain berasal dari Shohabat Abu Saa’id al-Khudry رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda :
يخرج في آخر أمتي المهدي يسقيه الله الغيث و تخرج الأرض نباتها و يعطى المال صحاحا و تكثر الماشية و تعظم الأمة يعيش سبعا أو ثمانيا يعني حججا
“Akan keluar pada akhir ummatku Al-Mahdi. Allõh karuniai dia dengan hujan. Bumi ini akan mengeluarkan tumbuh-tumbuhan (menjadi subur sekali), dia akan membagi-bagikan harta tanpa perhitungan. Hewan ternak akan menjadi banyak. Ummat (Islam) akan menjadi berjaya, dia akan hidup selama 7 – 8 (tujuh sampai delapan) tahun.” (HR. Al-Imãm Hakim)[7]
Saat kita hidup sekarang ini, sebenarnya kita berada pada periode yang ke-4, yaitu periode dimana Mulkan Jabriyyah / Kekuasaan Tirani lah yang memerintah; dan diantara ciri khas kekuasaannya adalah mendahulukan Hawa Nafsu kekuasaan mereka diatas Kehendak Allooh; atau dengan kata lain mengesampingkan Syari’at Allooh, tidak mengindahkan Hukum-Hukum Allooh dalam menjalankan nafsu syahwat kekuasaannya; sehingga kekufuran dan kedzolimanlah yang merajalela. Inilah periode dimana kita hidup saat ini; suatu periode yang paling kelam dalam 5 fase eksistensi Ummat Islam.
Namun sesuai dengan isyarat Nabi sebagaimana dalam hadits di atas adalah bahwa akan ada satu kali lagi masanya, dimana kaum Muslimin dipimpin oleh Khilãfah yang berada diatas pedoman Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, sebelum Hari Kiamat nanti. Apabila hal itu belum terjadi, maka bukan berarti tidak terjadi, bahkan pasti akan terjadi; kerena hal tersebut sudah dikhobarkan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
II. TIGA FITNAH BESAR DI AKHIR ZAMAN
Pada periode yang ke-4 seperti dimana kita hidup saat ini, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sebenarnya telah memberitakan bahwa akan ada banyak fitnah / ujian, yaitu diantaranya adalah 3 buah Fitnah besar Akhir Zaman yakni: 1) Fitnah Al-Ahlas, 2) Fitnah As-Sarro’, 3) Fitnah Ad-Duhaima, dimana ketiga fitnah tersebut haruslah kita waspadai, bahkan kita hendaknya melakukan berbagai ikhtiar untuk menyikapinya, dan mencari solusi untuk mengatasinya dalam rangka mempertahankan eksistensi keimanan kita. Tiga fitnah dimaksud telah diisyaratkan dalam Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dari ‘Abdullooh Ibnu ‘Umar rodhiyalloohu ‘anhu, dimana beliau berkata:
كُنَّا قُعُودًا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ، فَذَكَرَ الْفِتَنَ فَأَكْثَرَ فِي ذِكْرِهَا حَتَّى ذَكَرَ فِتْنَةَ الْأَحْلَاسِ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا فِتْنَةُ الْأَحْلَاسِ؟ قَالَ: ” هِيَ هَرَبٌ وَحَرْبٌ، ثُمَّ فِتْنَةُ السَّرَّاءِ، دَخَنُهَا مِنْ تَحْتِ قَدَمَيْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يَزْعُمُ أَنَّهُ مِنِّي، وَلَيْسَ مِنِّي، وَإِنَّمَا أَوْلِيَائِي الْمُتَّقُونَ، ثُمَّ يَصْطَلِحُ النَّاسُ عَلَى رَجُلٍ كَوَرِكٍ عَلَى ضِلَعٍ، ثُمَّ فِتْنَةُ الدُّهَيْمَاءِ، لَا تَدَعُ أَحَدًا مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِلَّا لَطَمَتْهُ لَطْمَةً، فَإِذَا قِيلَ: انْقَضَتْ، تَمَادَتْ يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا، وَيُمْسِي كَافِرًا، حَتَّى يَصِيرَ النَّاسُ إِلَى فُسْطَاطَيْنِ، فُسْطَاطِ إِيمَانٍ لَا نِفَاقَ فِيهِ ، وَفُسْطَاطِ نِفَاقٍ لَا إِيمَانَ فِيهِ، فَإِذَا كَانَ ذَاكُمْ فَانْتَظِرُوا الدَّجَّالَ، مِنْ يَوْمِهِ، أَوْ مِنْ غَدِهِ
“Suatu ketika kami duduk-duduk disisi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memperbincangkan berbagai fitnah; beliau pun banyak bercerita mengenainya. Beliau menyebut tentang fitnah Al-Ahlas. Maka salah seorang shohabat bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan fitnah Al-Ahlas itu?” Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Fitnah Al-Ahlas yaitu orang-orang saling memutus hubungan dan berperang. Kemudian setelahnya akan terjadi Fitnah As-Sarro’ (fitnah kesenangan / kemakmuran hidup), sumber asapnya berasal dari dua telapak kaki seorang laki-laki dari keturunanku (ahlul bait). Ia mengklaim dirinya sebagai bagian dari diriku (pelanjut misi ahlul bait), padahal ia sama sekali bukan bagian dariku, karena wali-waliku (orang-orang yang dekat dan bersaudara denganku) hanyalah orang-orang yang bertaqwa. Kemudian manusia berdamai dengan mengangkat seorang laki-laki sebagai pemimpin mereka seperti pangkal paha yang menempel diatas tulang rusuk. Setelah itu akan terjadi Fitnah Ad-Duhaima, yang tidak membiarkan seorang pun dari ummat ini, kecuali akan ditamparnya dengan tamparan yang keras. Ketika orang-orang mengatakan: “Fitnah telah selesai”, ternyata fitnah itu masih saja terjadi. Di waktu pagi seseorang dalam keadaan beriman, namun di waktu sore ia telah menjadi orang kafir. Akhirnya manusia terbagi menjadi 2 kelompok: Kelompok beriman yang tidak ada kemunafiqan sedikitpun diantara mereka, dan kelompok munafiq yang tidak ada sedikitpun keimanan diantara mereka. Jika hal itu telah terjadi, maka tunggulah munculnya Ad-Dajjal pada hari itu atau keesokan harinya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-Hakim)[8]
Jika kita amati, maka ketiga jenis fitnah itu semuanya sudah dan sedang berlangsung saat ini. Adapun Fitnah Al-Ahlas yaitu dimana banyak sekali terjadi permusuhan dan pertempuran. Jangankan pertempuran antara kaum Muslimin dengan orang-orang kafir / musyrikin; bahkan diantara sesama Muslim pun begitu banyak terjadi perselisihan dan percekcokan. Hanya karena perbedaan pendapat dalam masalah cabang agama / furu’, antar kelompok pengajian yang memiliki pendapat berbeda dapat terpicu saling buruk sangka. Padahal segala bentuk perselisihan / percekcokan yang ada, dapat dicarikan titik temunya, asalkan semua pihak mau kembali kepada apa yang menjadi pemersatu mereka yakni Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang shohiihah diatas pemahaman para pendahulu ummat yang shoolih. Sebagaimana Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم telah bersabda, untuk mewanti-wanti agar mereka semua harus saling bersaudara dan menjauhi pertikaian:
إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا
“Berhati-hatilah kalian dari berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allooh yang bersaudara.” (HR Al-Bukhoory dan HR. Muslim)[9]
Belum lagi fitnah As-Sarro’, fitnah kesenangan hidup yang banyak membuat kaum Muslimin terlalaikan dari kewajiban mereka terhadap Allooh سبحانه وتعالى, Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم dan Al-Islam. Alih-alih ber-amal shoolih, ber-amar ma’ruf nahi munkar serta mengisi hidup di dunia ini dengan banyak berbuat kebaikan sebagai bekal untuk kehidupan akherat kelak, maka banyak yang justru terjebak dalam “al-wahn” (cinta dunia – takut mati), syahwat perut maupun kemaluan. Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al-Imãm Abu Dãwud, dari Shohabat Tsaubãn رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا » فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ » فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
“Ummat-ummat ini (bangsa-bangsa – pent.) hampir menerkam kalian sebagaimana orang-orang lapar menerkam nampan makanan mereka.”
Seseorang bertanya, “Karena sedikitkah jumlah kita pada hari itu?”
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Bahkan pada hari itu, kalian berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih di air bah; sungguh Allooh akan cabut dari dada-dada musuh kalian rasa segan (wibawa) terhadap kalian, dan sungguh Allooh akan campakkan pada hati-hati kalian Al-Wahnu.”
Seseorang bertanya, “Ya Rosũlullõh, apakah Al-Wahnu itu?’
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Al-Imãm Abu Dãwud)[10]
Fitnah As-Sarro’ berupa aneka kesenangan melalui berbagai kemewahan dan kemakmuran hidup, dapat menjadikan manusia lupa diri bahwa sesungguhnya hal tersebut justru menyenangkan musuh Islam. Hendaknya kaum Muslimin menyadari, bahwa di zaman sekarang ini paling tidak (minimal) ada 9 tantangan Gerakan Kafirisasi Global yang dilancarkan oleh musuh Islam terhadap kaum Muslimin, yang haruslah diwaspadai. Kesembilan tantangan tersebut, antara lain adalah:
1) Film, Fun & Mass Media (Film, Aneka Hiburan & Media Massa)
2) Finance & Fund (Keuangan)
3) Fashion (Gaya Busana)
4) Food (Makanan, termasuk Obat-Obatan)
5) Freethought (Berpikiran / Berpemahaman Serba Bebas)
6) Friction (Perpecahan)
7) Freedom from Religion & Atheism (Tidak Beragama / Atheisme)
8) Frightened & Fearfull (Penyebaran Rasa Takut & Teror)
9) Faith (Dibangkitkannya kembali berbagai kepercayaan / adat istiadat nenek moyang / adat istiadat Jahiliyyah).[11]
Fitnah As-Sarro’ membuat kaum Muslimin sedemikian rupa terlena, sehingga apabila agamanya Al-Islam dihina, maka tidak ada sedikitpun tersirat di dalam hatinya kesadaran ataupun keinginan untuk membela agamanya. Namun sebaliknya, apabila dirinya, keluarganya, kelompoknya (entah berupa lembaga / yayasan / organisasi / partai dan lain sebagainya yang dijunjungnya) ataupun bendera yang diusungnya dihina; maka marahlah ia. Akan tetapi, tatkala Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم atau Al-Islam yang dihina, dilecehkan, direndahkan oleh musuh Islam atau oleh orang-orang munafiq; maka ia tidak bereaksi apa-apa. Ataupun disaat begitu banyak darah kaum muslimin tertindas di berbagai belahan dunia saat ini yang tertumpah secara sia-sia akibat kedzoliman musuh Islam, maka ia pun juga diam seribu bahasa; sedikitpun tidak ada pembelaan terhadapnya, bahkan sampai memanjatkan do’a pun bisa jadi tidak dilakukannya. Na’uudzu billahi min dzaalik.
Dalam hadits lain dari Shohabat ‘Abdullõh bin Mas’ũd رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
اقتربت الساعة و لا يزداد الناس على الدنيا إلا حرصا و لا يزدادون من الله إلا بعدا
“Hari Kiamat semakin dekat dan manusia tidak bertambah terhadap dunia kecuali kegigihan (ambisius), dan tidak bertambah terhadap Allooh kecuali menjauh.” (HR. Al-Imam al-Hakim)[12]
Berikutnya, ada pula fitnah Ad-Duhaima yang kegelapannya menyelimuti, serta menyebabkan segala perkara menjadi serba terbolak-balik akibat fitnah tersebut. Di masa ini, Perang Pemikiran / Ghozwul Fikri dilancarkan begitu derasnya oleh musuh-musuh Islam terhadap kaum Muslimin, baik melalui media massa, maupun melalui kebijakan-kebijakan Mulkan Jabriyyah yang dibuat atas dasar Hawa Nafsu mereka (atau tidak berpijak diatas aturan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم).
Belum lagi disebarkannya berbagai syubhat akibat infiltrasi pemahaman dari luar Islam seperti filsafat Yunani, paham sekulerisme, pluralisme, liberalisme, materialisme, atheisme dan aneka isme / pemikiran asing yang efek dahsyat yang ditimbulkan dari fitnah ini adalah memunculkan sekelompok manusia yang di waktu pagi masih memiliki iman, namun di sore hari telah menjadi kafir sebagaimana disebutkan dalam Hadits diatas. Semua ini merupakan gambaran tentang betapa hebatnya fitnah tersebut.[13]
Bahkan hingga saat ini sekalipun, berbagai macam isme tersebut telah terus-menerus menggerus dan menggantikan syari’at Islam dalam setiap lini kehidupan. Syari’at Islam yang seharusnya diamalkan secara kaffah sebagai Pedoman Hidup sehari-hari ummat Islam justru disingkirkan dan diganti oleh aturan-aturan buatan manusia. Bahkan ayat-ayat Al-Qur’an pun dipilah-pilih, diambil sebagian ayat untuk diamalkan dan dibuang sebagian ayat lainnya; seakan-akan Islam hanya mengatur urusan ibadah ritual manusia belaka (Sholat – Shoum – Zakat – Haji), namun manakala berkaitan dengan urusan ekonomi – politik – sosial – budaya maka seolah-olah Islam tidak dijadikan sebagai pedoman. Hal ini terjadi secara meluas akibat fitnah disebarkannya sistem materialisme – kapitalisme, maupun sistem demokrasi yang diterapkan di banyak negeri kaum Muslimin, sehingga sepertinya tidak ada satupun yang sanggup keluar darinya; dan hal tersebut sesungguhnya merupakan ciri khas fitnah Ad-Duhaima’ sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Fitnah Ad-Duhaima’ ini, diantara bahayanya adalah dapat menyebabkan murtad-nya seseorang dari diinul Islam; karena berpalingnya orang tersebut dari ‘aqidah dan ajaran Islam yang hakiki, atau terjatuhnya orang tersebut kedalam pembatal keislaman akibat pemberian loyalitasnya kepada orang-orang kafir serta tolong-menolongnya dengan orang-orang kafir dalam memerangi umat Islam.
Diantara akibat dari pada fitnah Ad-Duhaima’ ini, ummat Islam terpecah menjadi dua kubu: a) Kubu mu’min yang benar-benar beriman tanpa kemunafikan dalam keimanan mereka; dan b) Kubu munafiq yang penuh dengan kemunafikan dalam imannya. Kubu munafiq ini adalah setiap orang yang mengaku muslim, akan tetapi ia tunduk dan secara sukarela bekerjasama dengan orang-orang kafir (baik itu dilakukan dengan lisannya saja, maupun dengan sikap perbuatan ataupun dengan seluruh potensi yang dimilikinya yang dia kerahkan untuk memberikan wala’ / loyalitas-nya kepada orang-orang yang justru memusuhi Al-Islam).
Kemudian diantara cirri lain dari fitnah Ad-Duhaima’ ini adalah bahwa fitnah ini terjadi dalam kurun waktu yang sangat panjang dan tidak bisa ditentukan kapan berakhirnya. Oleh karena itu dalam suatu Hadits Riwayat Al-Imãm Muslim, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
“Bersegeralah kalian beramal shoolih, sebelum terjadinya banyak fitnah. Dimana pada waktu itu Fitnah adalah bagaikan sebagian malam yang gelap. Pada pagi hari seseorang beriman, tiba-tiba di sore hari ia kãfir. Bisa jadi seseorang itu di sore hari beriman, tetapi tiba-tiba esok paginya ia kãfir. Dia jual dĩn-nya dengan sebagian dari kenikmatan dunia.” (HR. Muslim)[14]
Bahkan dalam suatu Atsar yang diriwayatkan oleh Al-Imãm al-Hãkim dalam Kitab “Al–Mustadrok”, dari Shohabat ‘Abdullõh bin Mas’ũd رضي الله عنه, beliau berkata,
كيف أنتم إذا لبستكم فتنة يهرم فيها الكبير و يربو فيها الصغير و يتخذها الناس سنة فإذا غيرت قالوا غيرت السنة قيل : متى ذلك يا أبا عبد الرحمن ؟ قال : إذا كثرت قراؤكم و قلت فقهاؤكم و كثرت أموالكم و قلت أمناؤكم و التمست الدنيا بعمل الآخرة
“Bagaimanakah keadaan kalian bila fitnah menimpa kalian sehingga membuat beruban orang-orang dewasa dan membuat (cepat) tua anak-anak kecil. Orang-orang menjadikan (fitnah itu) sebagai sunnah. Bila dirubah, serempak mereka mengatakan, “Sunnah telah dirubah!”
Suatu hari ditanyakan kepada ‘Abdullõh bin Mas’ũd رضي الله عنه, “Kapankah hal itu terjadi wahai Abu ‘Abdirrohmãn?”
Jawab ‘Abdullõh bin Mas’ũd, “Jika:
- Para Qori (pembaca Al-Qur’an) semakin melimpah, namun para Fuqoha (orang yang fãqih dalam dĩn / agama) semakin sedikit.
- Jika harta kalian semakin melimpah, namun orang-orang yang terpercaya (amanah) diantara kalian semakin menghilang.
- Jika keuntungan dunia dicari dengan amalan akhirat.” (HR. Al-Imãm al-Hãkim)[15]
Artinya sedemikian dahsyatnya godaan daripada fitnah itu, sehingga membuat sedemikian cepatnya hati, ‘aqĩdah serta pikiran seseorang dapat berubah / berbalik, bahkan hanya dalam hitungan jam. Dalam hitungan jam, ‘aqĩdah seseorang dapat ditukar dengan dunia, seperti layaknya orang yang berjual-beli saja. Mungkin karena diberi uang, mungkin karena diberi makanan, mungkin karena diberi pekerjaan / jabatan, dan lain sebagainya. Hal ini tidak mustahil terjadi di akhir zaman seperti sekarang ini, dimana orang kesulitan mencari pekerjaan, orang banyak kehilangan pekerjaannya akibat terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) dari tempat pekerjaannya akibat resesi ekonomi berkepanjangan; maka orang bahkan rela untuk menjual ‘aqĩdah-nya hanya karena ia diberi pekerjaan. Kalau seseorang kesana-kemari selalu ditolak untuk melamar kerja, lalu syaithõn datang menjadi “dewa penolong” baginya dengan menawarkan pekerjaan yang susah payah dicarinya, maka apabila orang tersebut buta mata hatinya, lemah iman-nya, maka tidak mustahil ia melepaskan ‘aqĩdah-nya. Siapa yang bertanggung-jawab kalau seperti ini terjadi dalam ummat Islam? Tentu kaum Muslimin dituntut untuk berpikir tentang hal ini. Berupaya membentengi diri dari godaan fitnah yang demikian dahsyat ini; paling tidak, mulai terlebih dahulu dari membentengi diri kita dan keluarga kita. Sesudahnya baru berupaya menolong menyadarkan ummat agar ummat segara sadar bahwa inilah kondisi yang akan mereka hadapi di akhir zaman ini.
Saat ini mungkin saja ada diantara kita bisa tetap istiqõmah, akan tetapi kita pun juga harus memikirkan orang-orang yang ada di luar kita; dimana mereka adalah saudara kita juga. Tidak mustahil, di saat ini ada orang yang sedang kebingungan, apakah akan dilepaskan ‘aqĩdah-nya lalu ia tukar dengan dunia, ataukah ia akan tetap istiqõmah, tetapi harus terancam keberlangsungan hidupnya.
III. BERILMU TENTANG HARI KIAMAT & TANDA-TANDANYA
Tidak sedikit ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamã’ah berpendapat bahwa Kiamat itu ada 2 (dua) jenis, yakni:
- Al-Qiyamatus Sughro (Kiamat Kecil)
- Al-Qiyamatul Kubro (Kiamat Besar).
Sedangkan Tanda Kiamat Kubro / Tanda Kiamat Besar, juga terbagi menjadi dua yaitu:
- Tanda Kiamat Kubro yang Sughro / Kecil
- Tanda Kiamat Kubro yang Kubro / Besar
- Al-Qiyamatus Sughro (Kiamat Kecil), adalah: Kematian.
Al-Qiyamatus Sughro, yaitu: mati atau kematian. Allõh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al-Jumu’ah/62: 8 tentang kematian adalah sebagai berikut:
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allõh), yang mengetahui yang ghoib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.”
Sebagaimana dikemukakan oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah wal Jamã’ah: “Barangsiapa yang mati, berarti Kiamat sudah terjadi pada dirinya.” Oleh karena, ketika mengalami “mati / kematian” itu, maka berarti umur hidupnya di dunia telah berakhir dan ia memasuki alam berikutnya yakni Alam Kubur (Alam Barzakh) yang merupakan awal dari perjalanan Akhirat-nya. Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al-Imãm At-Turmudzy dari Shohabat ‘Utsman bin Affan رضي الله عنه, beliau berkata:
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : « إن القبر أول منازل الآخرة فمن نجا منه فما بعده أيسر منه ، ومن لم ينج منه فما بعده أشد منه » قال : فقال عثمان رضي الله عنه : ما رأيت منظرا قط إلا والقبر أفظع منه
“Aku mendengar Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Alam kubur adalah awal perjalanan akhirat, barangsiapa yang berhasil di alam kubur, maka setelahnya lebih mudah. Barang siapa yang tidak berhasil, maka setelahnya lebih berat.”
‘Utsman رضي الله عنه berkata: “Aku tidak pernah memandang sesuatu yang lebih mengerikan dari pada kubur.” (HR. Al-Imãm At-Turmudzy)[16]
“Mati” sebagai Al-Qiyamatus Sughro (Kiamat Kecil), bisa diawali dengan sakit; bisa pula tidak diawali dengan sakit. Ketika roh berpisah dengan jasad saat proses kematian itu terjadi, maka ia akan mengalami apa yang disebut sebagai “sakaratul maut”. Sebagaimana hal ini difirmankan oleh Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. Qõf/50:19:
وَجَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَاكُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.”
Berikutnya setelah terjadi Al-Qiyamatus Sughro (Kiamat Kecil) berupa “mati / kematian”, maka berikutnya adalah Alam Kubur (Alam Barzakh), dimana seseorang akan mengalami proses pertanyaan kubur dari Malaikat, lalu berikutnya barulah mendapatkan salah satu dari dua keadaan: Ni’mat Kubur ataukah Adzab Kubur.
Sungguh tidak ada manusia yang tahu kapan datangnya kematian bagi dirinya, maka hendaknyalah setiap kita selalu mawas diri. Banyak-banyaklah mengingat kematian serta kemudian ber-amal shoolih; karena setelah mati maka tidak lagi manusia dapat ber-amal shõlih. karenanya ber-amal shõlih lah sekarang, ketika masih diberi hidup oleh Allõh سبحانه وتعالى; sebagai bekal mempersiapkan diri untuk mati itu.
2. Al-Qiyamatul Kubro (Kiamat Besar).
Al-Qiyamatul Kubro (Kiamat Besar) adalah: kehancuran / kemusnahan Alam Semesta beserta seluruh isinya, bahkan sampai malaikat Isrofil yang meniup sangkakala sekalipun akan Allooh سبحانه وتعالى matikan.
Yang kekal adalah Allooh سبحانه وتعالى. Allooh سبحانه وتعالى adalah Al-Awwal (tidak ada sesuatu yang mendahului keberadaan Allooh سبحانه وتعالى) dan Allooh سبحانه وتعالى adalah Al-Akhir (tidak ada sesuatu makhluq pun yang hidup setelah Allooh binasakan seluruh alam semesta ini, kecuali yang ada hanyalah Allooh سبحانه وتعالى belaka). Hal ini sebagaimana sabda Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم :
اللهُمَّ أَنْتَ الْأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ…
“Ya Allooh, Engkaulah Al-Awwal, tidak ada sesuatu pun yang mendahului-Mu. Ya Allooh, Engkaulah Al-Akhir, tidak ada sesuatu setelah-Mu…” (HR. Muslim)[17]
Juga sebagaimana firman Alloh سبحانه وتعالى dalam QS. Ar-Rahmãn/55:26-27:
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ (٢٦) وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ (٢٧
(26) “Semua yang ada di bumi itu akan binasa.
(27) Tetapi Zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.”
Dan firman-Nya QS. Al-Qoshosh/28:88:
وَلا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لا إِلَهَ إِلا هُوَ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلا وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Dan jangan (pula) engkau sembah tuhan yang lain selain Allooh. Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali wajah-Nya. Segala keputusan menjadi wewenang-Nya, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan.”
Adapun Tanda Al-Qiyamatul Kubro (Kiamat Besar) terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:
2.1. Tanda Kiamat Kubro yang Shughro / Kecil.
Diantara tandanya adalah diutus-Nya Al-Imam Mahdi sebagai tanda paling akhir dari Tanda Kiamat Kubro yang Shughro.
Diriwayatkan oleh Al-Imãm Abu Dãwud, juga Al-Imãm At-Turmudzy, bahkan menurut penuturan Al-Imãm At-Turmudzy maka Hadits ini Hasanun Shohĩh. Demikian pula dikatakan oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albãny. Dari Shohabat ‘Abdullõh bin Mas’ũd رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ يَوْمٌ ». قَالَ زَائِدَةُ فِى حَدِيثِهِ « لَطَوَّلَ اللَّهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ ». ثُمَّ اتَّفَقُوا « حَتَّى يَبْعَثَ فِيهِ رَجُلاً مِنِّى ». أَوْ « مِنْ أَهْلِ بَيْتِى يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِى وَاسْمُ أَبِيهِ اسْمَ أَبِى ». زَادَ فِى حَدِيثِ فِطْرٍ « يَمْلأُ الأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَجَوْرًا
“Kalau seandainya dunia ini hanya tersisa tinggal satu hari saja, maka hari itu Allõh akan perpanjang waktunya (harinya) sehingga Allõh akan bangkitkan pada hari itu seorang laki-laki berasal dariku”.
Dalam redaksi (lafadz) lain disebutkan:
“Namanya sama dengan namaku. Dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku…”
Lalu dalam redaksi (lafadz) lainnya juga disebutkan:
“Akan memenuhi bumi dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya (bumi) dipenuhi dengan kedzoliman.” (HR. Al-Imãm Abu Dãwud dan Al-Imãm At-Turmudzy)[18]
Dan dari Shohabat ‘Ali رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
المهدي منا أهل البييت يصلحه الله في ليلة
“Al Mahdi berasal dari kami, Ahlul Bait, Allõh memperbaikinya dalam satu malam.” (HR. Al-Imãm Ibnu Mãjah dan Al-Imãm Ahmad)[19]
Tentang Imãm Mahdi (Al-Mahdi) juga dikhobarkan di dalam Hadits Shohĩh berikut ini, dimana ia (Imãm Mahdi) akan turun sebelum turunnya ‘Isa bin Maryam عليه السلام; sebagaimana terdapat dalam Hadits Shohĩh Riwayat Al-Imãm Muslim, dari Shohabat bernama Jãbir bin ‘Abdillah رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لا تزال طائفة من أمتي يقاتلون على الحق ظاهرين إلى يوم القيامة قال فينزل عيسى بن مريم صلى الله عليه و سلم فيقول أميرهم تعال صل لنا فيقول لا إن بعضكم على بعض أمراء تكرمة الله هذه الأمة
“Dan senantiasa dari ummat ini ada sekelompok orang yang berperang diatas Al-Haq (kebenaran). Mereka menang hingga Hari Kiamat.”
Selanjutnya Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Maka turunlah ‘Isa bin Maryam عليه السلام, dan berkata Amir (Pemimpin) mereka (— Imãm Mahdi – pent.), “Mari sholatlah untuk kami.”
Kemudian Nabi ‘Isa عليه السلام berkata, “Tidak, sesungguhnya sebagian kalian menjadi pemimpin bagi sebagian yang lain, sebagai bentuk pemuliaan Allõh سبحانه وتعالى terhadap ummat ini.” (HR. Al-Imãm Muslim)[20]
Dari Hadits ini jelaslah bahwa Imãm Mahdi ada, sebelum Allooh سبحانه وتعالى turunkan kembali Nabi ‘Isa عليه السلام kelak.
Juga dalam Hadits Riwayat Al-Imãm Al-Bukhõry dan Al-Imãm Muslim, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ
“Bagaimana dengan kalian, apabila ‘Isa bin Maryam عليه السلام turun kepada kalian, sedangkan Imãm kalian (– Imam Mahdi – pent.) dari kalangan kalian sendiri.” (HR. Al-Imãm Al-Bukhõry dan Al-Imãm Muslim)[21]
Dalam hadits diatas dijelaskan bahwa Al-Mahdi (Imãm Mahdi) adalah sebagai Imãm (Pimpinan) kaum Muslimin pada waktu itu. Termasuk ‘Isa عليه السلام yang Allõh سبحانه وتعالى turunkan pada saat itu pun akan bermakmum kepada Al-Mahdi.
Dengan demikian, perlu dipahami bahwa pada saat tersebut, ‘Isa عليه السلام diturunkan kembali oleh Allõh سبحانه وتعالى kelak, bukan lagi bertugas sebagai Nabi, namun diturunkan oleh Allõh سبحانه وتعالى untuk menjalankan tugasnya memerangi Ad-Dajjal. Karena Ad-Dajjal juga akan muncul pada zaman Nabi ‘Isaعليه السلام dan Nabi ‘Isa عليه السلام lah yang diutus untuk memerangi Ad-Dajjal tersebut.
Diantara pernyataan ‘Ulama Ahlus Sunnah tentang status Hadits Al-Imam Mahdi adalah sebagai berikut:
Al-Imãm Abul Hasan bin Muhammad bin al-Husain al-Abu Riy رحمه الله, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Hajar al-Asqolany رحمه الله dalam Kitab “Tahdzĩbut Tahdzĩb”, berkata:
“Adalah telah sampai kepada derajat Mutawãtir beritanya, dan sedemikian ‘membludak’ dan semakin banyak dengan banyaknya para perowi dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم tentang akan keluarnya Al-Mahdi. Bahwa Al-Mahdi itu termasuk turunan Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Ia (Al-Mahdi) akan berkuasa selama 7 (tujuh) tahun, dan selama ia berkuasa, bumi ini akan berada dalam suasana adil, dan ia akan keluar bersama ‘Isa bin Maryam عليه السلام, lalu membantunya dalam membunuh Dajjal.”
Selanjutnya beliau menjelaskan: “Di bumi Palestina, ia akan menjadi Imãm bagi ummat ini (dalam sholat) dan Nabi ‘Isa عليه السلام akan sholat di belakang Al-Mahdi satu kali. Berikutnya akan terjadi serah-terima dan selanjutnya Nabi ‘Isa عليه السلام lah yang memimpin.”[22]
Ulama Ahlus Sunnah lainnya yakni Al-Imãm Muhammad as-Safãrĩny رحمه الله dalam Kitab “Lawaami’ul Anwaar” mengatakan:
“Telah banyak riwayat tentang akan keluarnya Al-Mahdi, sampai derajat Mutawãtir al-Ma’nawi dan tersebar berita tentang ini diantara para Ulama As-Sunnah sehingga terhitung dalam kategori ‘aqĩdah mereka.”[23]
Dan yang dimaksud bahwa bagian dari pada ‘aqĩdah para ‘Ulama Ahlus Sunnah adalah meyakini tentang akan munculnya Al-Mahdi dan itu menjadi Tanda datangnya Hari Kiamat.
2.2. Tanda Kiamat Kubro yang Kubro / Besar.
Tentang akan terjadinya Tanda-Tanda Qiyamah Kubro (Kiamat Besar) adalah terdapat dalam Hadĩts yang diriwayatkan oleh Al-Imãm Muslim dalam shohĩh-nya, di Kitab “Al-Fitan” (Fitnah) dan di Kitab “Asyrõtussã’ah” (Tanda Hari Kiamat) Bab. “Tanda-Tanda Sebelum Datangnya Hari Kiamat”, dari salah seorang Shohabat bernama Hudzaifah Ibnu Usaid Al-Ghifãri رضي الله عنه, beliauberkata:
كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى غُرْفَةٍ وَنَحْنُ أَسْفَلَ مِنْهُ فَاطَّلَعَ إِلَيْنَا فَقَالَ « مَا تَذْكُرُونَ ». قُلْنَا السَّاعَةَ. قَالَ « إِنَّ السَّاعَةَ لاَ تَكُونُ حَتَّى تَكُونَ عَشْرُ آيَاتٍ خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ فِى جَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَالدُّخَانُ وَالدَّجَّالُ وَدَابَّةُ الأَرْضِ وَيَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَطُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَنَارٌ تَخْرُجُ مِنْ قُعْرَةِ عَدَنٍ تَرْحَلُ النَّاسَ ». قَالَ شُعْبَةُ وَحَدَّثَنِى عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ رُفَيْعٍ عَنْ أَبِى الطُّفَيْلِ عَنْ أَبِى سَرِيحَةَ. مِثْلَ ذَلِكَ لاَ يَذْكُرُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- وَقَالَ أَحَدُهُمَا فِى الْعَاشِرَةِ نُزُولُ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ -صلى الله عليه وسلم-. وَقَالَ الآخَرُ وَرِيحٌ تُلْقِى النَّاسَ فِى الْبَحْرِ
“Suatu saat Nabi صلى الله عليه وسلم di kamarnya sedangkan kami di bagian kamar sebelah bawah beliau صلى الله عليه وسلم, lalu Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم menengok kami dan bertanya: “Apa yang kalian perbincangkan?”
Kami (para Shohabat) menjawab: “Kami sedang mengingat As-Sã’ah (Hari Kiamat)”.
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Hari Kiamat tidak akan terjadi, sehingga kalian melihat sebelumnya muncul sepuluh tanda-tandanya:
- Terjadi tiga gerhana, (gerhana yang) terjadi di belahan timur,
- (Gerhana yang terjadi) di belahan barat
- Dan (gerhana yang terjadi) di Jazirah Arab.
- Ad-Dukhãn (asap),
- Ad-Dajjal,
- Ad-Dabbah (hewan melata diatas muka bumi),
- Ya’juj wa Ma’juj,
- Terbit matahari dari barat,
- Api keluar dari negeri Yaman, yang menggiring manusia ke tempat mereka dikumpulkan oleh Allõh سبحانه وتعالى
- Turunnya ‘Isa putra Maryam عليه السلام.
Seorang perowi dalam Hadits ini menyebutkan: Turunnya ‘Isa bin Maryam عليه السلام, sedangkan yang lain menyebutkan: Angin yang akan menghempaskan manusia ke dalam lautan.” (HR. Al-Imãm Muslim)[24]
IV. PELAJARAN BERHARGA DARI BERITA AKHIR ZAMAN (Teori dan Konsep)
1) Meyakini dan mengetahui bahwa alam semesta ini adalah milik Allooh سبحانه وتعالى, dimana semua itu sejak awal penciptaannya hingga akhir peniadaannya berada dalam pengendalian Allooh سبحانه وتعالى.
2) Sesungguhnya Allooh itu Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
3) Sesungguhnya manusia itu kecil dan hina dihadapan Allooh سبحانه وتعالى dan Kerajaan-Nya
4) Ta’at dan beribadah dengan sesungguh-sungguhnya adalah justru kewajiban asasi manusia beriman
5) ‘Aqidah takut dan harap pada Allooh سبحانه وتعالى, yang harus hidup senantiasa dalam setiap jiwa mu’min.
6) Menggali, memakmurkan dan memanfaatkan segenap isi alam karunia Allooh سبحانه وتعالى ini sesuai dengan aturan dan pedoman Allooh سبحانه وتعالى.
7) Menghidupkan sikap menysukuri berbagai anugrah dan nikmat Allooh سبحانه وتعالى yang sampai saat ini kita dapat merasakannya
8) Meyakini bahwa masa yang akan datang dengan berbagai peristiwanya adalah berada dalam genggaman Allooh سبحانه وتعالى
9) Melakukan berbagai upaya sebagai bentuk persiapan jika suatu saat dipanggil oleh Allooh سبحانه وتعالى untuk menghadap-Nya dengan kematian, alam barzakh dan hisab.
10) Menghindarkan diri dari berbagai kejahatan yang mungkin segera akan muncul menghadang kita sesuai dengan berita dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم
11) Sadar selalu dengan permainan dan percaturan orang-orang dan atau pihak-pihak yang segala upayanya adalah berusaha untuk memadamkan cahaya Allooh سبحانه وتعالى dan memusuhi serta memerangi ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم.
12) Berusaha sejauh kemampuan untuk meangaplikasikan syari’at dan tuntunan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم dalam berbagai sektor kehidupan dan keadaan.
V. KITA DENGAN AD-DAJJAL
Hal sangat penting yang harus diupayakan oleh setiap muslim dalam menyikapi dan menghadapi berbagai fitnah seperti antara lain yang sudah disebutkan di atas, adalah:
1) Do’a
Ada suatu do’a yang diajarkan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, yang sering kita baca dalam Sholat yakni ketika Tasyahud Akhir, dimana kita memohon kepada Allõh سبحانه وتعالى agar dilindungi dari 4 perkara (termasuk dilindungi dari Fitnah Ad-Dajjal), yaitu :
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ
(Allõhumma innã na’ũdzu bika min ‘adzãbi jahannama, wa a’ũdzu bika min ‘adzzabil qobri, wa a’ũdzu bika min fitnatil masĩhid dajjãli, wa a’ũdzu bika min fitnatil mahyã wal mamãt)
“Ya Allõh, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dajjal dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan kematian.” (HR. Al-Imãm Muslim, dari ‘Abdullõh bin Abbas رضي الله عنه)[25]
Kemudian dalam Hadits Shohĩh Riwayat Al-Imãm Muslim, dari Shohabat Abud Darda رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْكَهْفِ عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ
“Barangsiapa yang hafal sepuluh ayat Surat Al-Kahfi (– dalam riwayat yang lain, bisa awal atau bisa akhir surat – pen.), maka Allõh سبحانه وتعالى akan melindunginya dari fitnah Dajjal.” (HR. Al-Imãm Muslim)[26]
Dengan demikian, ummat Islam hendaknya mempelajari dan mengkaji serta menghafal 10 ayat (awal / akhir) dari pada surat Al-Kahfi, sebagai perisai melindungi diri dari Fitnah Ad-Dajjal.
2) Imunisasi generasi mendatang
Menyadari bahwa saat ini kita hidup di Fase ke-4 (periode Mulkan Jabriyyah), maka semestinya setiap Muslim tidak lalai dalam menyampaikan peringatan tentang Fitnah Ad-Dajjal ini terhadap anak keturunannya / generasi mendatang, karena hal tersebut pun juga telah diperingatkan oleh para Nabi; sebagaimana dalam Hadits Shohĩh riwayat Al-Imãm al-Bukhõry, dari Anas bin Mãlik رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا أَنْذَرَ قَوْمَهُ الْأَعْوَرَ الْكَذَّابَ
“Tidak ada seoranag nabi pun yang Allõh utus diatas bumi ini, kecuali nabi itu telah memberikan peringatan keras kepada ummatnya tentang Ad-Dajjal yang pendusta itu”. (HR. Al-Imãm al-Bukhõry)[27]
Dengan demikian peringatan tentang Ad-Dajjal itu bukan hanya disampaikan oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم saja, akan tetapi juga oleh nabi-nabi sebelum beliau صلى الله عليه وسلم dimana mereka semua sudah memberitahu ummatnya tentang akan munculnya Ad-Dajjal yang harus diwaspadai.
3) Efektifitas media
Mengefektifkan media massa Muslim untuk menangkal berbagai Fitnah Akhir Zaman; terutama menangkal berbagai berita yang berpotensi mendangkalkan ‘aqidah ummat Islam, serta juga menangkal berbagai propaganda Ghozwul Fikri yang sedemikian dahsyatnya dilancarkan oleh musuh-musuh Islam hampir 24 jam setiap harinya. Kaum Muslimin harus saling bersinergi untuk menggunakan setiap media massa muslim yang dimiliki, guna menangkal serangan Ghozwul Fikri tersebut. Hendaknya menggunakan gadget (handphone / laptop, aneka teknologi media yang dimiliki) untuk dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar membela agama Allooh سبحانه وتعالى.
VI. KITA MENYIKAPI REALITAS
Sebagai upaya nyata dalam menyikapi fitnah di atas adalah antara lain:
- Giat melakukan tholabul ‘ilmi agar dapat membekali diri untuk beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى dengan benar dan dengan penuh ikhlash, ittiba’ dan istiqomah serta tidak menyibukkan diri dengan perkara ilmiyah teoritis.
- Meyakini bahwa seluruh kejadian pada akhir zaman adalah tidak lepas dari ketetapan Allooh سبحانه وتعالى yang pasti terjadii sesuai dengan kehendak-Nya.
- Membentengi diri dari berbagai bentuk kejahatan yang mungkin muncul di akhir zaman ini dengan keimanan dan taqwa.
- Berperan serta dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar.
- Mendidik generasi penerus dengan pembentengan aqidah dan keislaman yang benar.
- Bekerja sama dengan aktivis perubahan menuju keadaan yang lebih baik.
- Berkorban dari yang bernilai nihil hingga termahal sekalipun, melalui berbagai media yang memungkinkan dengan tetap mengindahkan syari’at.
Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Cinere Depok, Kamis pagi, 3 Muharrom 1443 H – 12 Agustus 2021 M.
[1] HR. Al-Imãm al-Bukhõry no: 4936
[2] HR.Al-Imãm Al-Bukhõry no: 6504 dan Al-Imãm Muslim no: 7593
[3] Syaikh Nashiruddin al-Albãny رحمه الله dalam Kitab Silsilah Hadits Shohĩh no: 5
[4]HR.Al-Imãm Ahmad no: 18402
[5]HR. Al-Imam Ahmad no: 22568 dan Al-Imam at-Turmudzy no: 2390
[6] HR. Al-Imãm Ahmad bin Hanbal رحمه الله no: 11130 dalam Kitab “Al Musnad”, Al-Imãm Abu Dãwud no: 4287
[7] HR. Al-Imãm Hakim no: 8673 dan beliau berkata bahwa Hadits ini Sanadnya Shohĩh, tetapi kedua Imãm (– maksudnya Al-Imãm Al-Bukhõry dan Al-Imãm Muslim – pent.) tidak mengeluarkannya. Juga dikatakan oleh Al-Imãm Adz-Dzahãby bahwa Hadits ini Shohĩh, dan Syaikh Nashiruddin al-Albãny رحمه الله dalam Kitab “Silsilah Hadits Shohĩh” no: 711, menyatakan bahwa sanad Hadits ini Shohĩh,diriwayatkan oleh para perowi yang terpercaya
[8]HR. Al-Imam Ahmad no: 5892 dan Al-Imam Abu Daawud no: 3704, dan Al-Hakim no: 8574; di-shohiih-kan oleh Al-Albaany dalam Shohiih Al-Jaami’ ash-Shoghiir no: 4194 dan Silsilah Al-Ahadits ash-Shohiihah no: 974.
[9] HR Al-Bukhoory no: 6064 dan HR. Muslim no: 2563
[10] HR. Al-Imãm Abu Dãwud no: 4299
[11] Lebih lanjut Fitnah As-Sarro’ berkaitan dengan aneka Hiburan, Film dan Media Massa, TV dan Parabola dapat dibaca di:
https://ustadzachmadrofii.com/2013/01/03/media-massa-pengaruhnya/
https://ustadzachmadrofii.com/2013/03/02/yahudi-berkonspirasi-dalam-media-film-hiburan/
https://ustadzachmadrofii.com/2013/05/30/kerusakan-kerusakan-akibat-acara-televisi-dan-parabola/
[12] HR. Al-Imãm al-Hakim no: 7917, beliau berkata sanad Hadits ini Shohĩh akan tetapi Al-Imãm al-Bukhõry dan Al-Imãm Muslim tidak meriwayatkannya, dan Hadits ini di-shohĩh-kan oleh Syaikh Nashiruddin al-Albãny dalam Silsilah Hadits Shohĩh no: 1510.
[13] Lebih lanjut tentang berbagai perkara yang dapat membatalkan keimanan / keislaman seseorang untuk diwaspadai setiap Muslim dapat dibaca di:
https://ustadzachmadrofii.com/2010/08/02/pembatal-syahadat/
https://ustadzachmadrofii.com/2010/07/06/perkara-yang-membatalkan-al-islam/
[14] HR. Al-Imãm Muslim no: 118
[15] HR. Al-Imãm al-Hãkim dalam Kitab “Al–Mustadrok” no: 8570
[16] HR. Al-Imãm At-Turmudzy no: 2308,
[17] HR. Muslim no: 2713
[18] HR. Al-Imãm Abu Dãwud no: 4284, juga Al-Imãm At-Turmudzy no: 2231
[19] HR. Al-Imãm Ibnu Mãjah no: 4085, berkata Syaikh Nashiruddin Al-Albãny bahwa Hadits ini Hasan; dan diriwayatkan oleh Al-Imãm Ahmad no: 645
[20] HR. Al-Imãm Muslim no: 156
[21] HR. Al-Imãm Al-Bukhõry no: 3449 dan Al Imãm Muslim no: 409
[22] Ibnul Hajar al-Asqolany رحمه الله dalam Kitab “Tahdzĩbut Tahdzĩb” (9/126)
[23] Al-Imãm Muhammad as-Safãrĩny رحمه الله dalam Kitab “Lawaami’ul Anwaar” (2/84)
[24] HR. Al-Imãm Muslim no: 2901
[25] HR. Al-Imãm Muslim no: 590
[26] HR. Al-Imãm Muslim no: 1919
[27] HR. Al-Imãm al-Bukhõry no: 7131
*****o0o***